Kitab Nashoihul Ibad - BAB 1 PETUNJUK YANG MEMUAT DUA PERKARA - Pemateri Ustadz Muhammad Romli

Nama kitab :

Nashoihul Ibad, Terjemah Nashaihul Ibad,(kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)

Judul kitab :

Nashaihul Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibnu Hajar Al-Asqallaani

(نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)

Mata Pelajaran :

Tasawuf, Akhlaq Musonif : Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi

(محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي الجاوي البنتني الإندونيسي)

Nama Arab :

 محمد نووي بن عمر الجاوي 

Lahir : 1813 Masehi; 1230 H, Tanara, Banten, Indonesia

Wafat : 1897 M; 1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M

Guru Beliau :

1. Khatib asy-Syambasi

2. Abdul Ghani Bima

3. Ahmad Dimyati

4. Zaini Dahlan

5. Muhammad Khatib

6. KH. Sahal al-Bantani

7. Sayyid Ahmad Nahrawi

8. Zainuddin Aceh

Santri Beliau :

1. KH. Hasyim Asyari

2. KH. Ahmad Dahlan

3. KH. Khalil Bangkalan

4. KH. Asnawi Kudus

5. KH. Mas Abdurrahman

6. KH. Hasan Genggong

7. Sayid Ali bin Ali al-Habsy

Penerjemah : Ahsan Dasuki


بَابُ الثُنَائِيْ

وَفِيهِ ثَلَاثُونَ مَوْعِظَة، أَرْبَعَةٌ أَخْبَارٌ وَالْبَاقِى آثَارٌ وَنَعْنِى بِالْأَخْبَارِ أَقْوَالَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِالْآثَارِ أَقْوَالَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ.

Dalam bab ini ada 30 Nasihat, dari tiga puluh nasihat itu ada 4 akhbar dan sisanya atsar. Yang kami maksud dengan istilah akhbar adalah sabda sabda nabi dan yang kami maksud dengan istilah atsar adalah perkataan sahabat dan para tabiin.

BAB PERTAMA

PETUNJUK YANG MEMUAT DUA PERKARA

Karangan  Al Alim Alamah Syaikhina Nawawi Al Bantany atau Syeik Muhammad Nawawi Ibnu Umar Al Jawi

Bismillahirahmanirahim, Mushhonnifu wa nafa’ana bihi wabi ulumihi fid daroini, aamiin

MAQOLAH 1

Iman dan Solidaritas Terhadap Sesama

Rasulullah SAW bersabda :

 (فمِنْهُ) أَيْ فَالْمَقَالَةُ الْأُوْلَى مِنَ الْمُنَبِّهَاتِ الثُّنَائِيَّةِ (مَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: خَصْلَتَانِ لاَ شَيْءَ أَفْضَلُ مِنْهُمَاالْإِيْمَانُ بِاللهِ وَالنَّفْعُ لِلْمُسْلِمِينَ) بِالْمَقَالِ أَوْ بِالْجَاهِ أَوْ بِالْمَالِ أَوْ بِالْبَدَنِ

 

Ada dua perkara yang tidak satupun dapat melebihi keutamaan dari keduanya yaitu iman kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada kaum muslimin.

Berbuat baik kepada kaum muslimin bisa berupa ucapan atau dengan kekuasaannya, bisa dengan hartanya atau dengan perbuatan badannya.

Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَصْبَحَ لَا يَنْوِي الظُّلْمَ عَلَى أَحَدٍ غُفِرَ لَهُ مَا جَنَى، وَ مَنْ أَصْبَحَ يَنْوِي نُصْرَةَ الْمَظْلُومِ وَقَضَاءَ حَاجَةِ الْمُسْلِمِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ مَبْرُورَةٍ

“Barangsiapa bangun pagi dengan maksud tidak untuk berbuat Zhalim (aniaya) kepada seseorang, maka perbuatan dosa yang telah dilakukannya akan diampuni (oleh Allah). Dan barangsiapa bangun pagi dengan maksud untuk menolong orang yang teraniaya dan memenuhi kebutuhan orang muslim, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala haji yang mabrur. “

Dan Nabi SAW bersabda:

وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: أَحَبُّ الْعِبَادِ إلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُ النَّاسِ لِلنَّاسِ، وَأَفْضَلُ الْأَعْمَالِ إدْحَالُ السُّرُورِ عَلَى قَلْبِ الْمُؤْمِنِ، يَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا أَوْ يَكْشِفُ عَنْهُ كَرْبًا أَوْ يَقْضِي لَهُ دَيْنًا

“Orang-orang yang paling dicintai Allah SWT adalah orang-orang yang paling berguna bagi sesamanya dan perbuatan yang paling utama adalah membuat hati seorang mukmin menjadi senang dengan menghilangkan rasa lapar, meringankan kesulitan atau melunasi hutangnya. Dan ada dua perkara yang tidak ada satupun yang dapat meliebihi kejahatannya, yaitu menyekutukan Allah dan menyengsarakan kaum muslimin.

Menyengsarakan orang-orang muslim itu dapat berupa mengancam keselamatan dirinya dan hartanya. Semua yang diperintahkan oleh Allah itu pada dasarnya mengandung dua hal, yaitu Mengagungkan Allah dan berbelas kasih kepada Makhluk-Nya.

 (وَخَصْلَتَانِ لَا شَيْءَ أَخْبَثُ) أَيْ أَنْجَس (مِنْهُمَا: الشِّرْكُ بِاَللَّهِ وَالضُّرُّ لِلْمُسْلِمِينَ) فِي أَبْدَانِهِمْ أَوْ أَمْوَالِهِمْ فَإِنَّ جَمِيعَ أَوَامِرِ اللَّهِ تَعَالَى تَرْجِعُ إلَى خَصْلَتَيْنِ: التَّعْظِيمُ لِلَّهِ تَعَالَى وَالشَّفَقَةُ لِخَلْقِهِ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى:

 "أَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ" [الْبَقَرَةِ: ٤٣]،

“Dirikanlah shalat dan tunaikan zakat”

 وَقَوْلِهِ تَعَالَى: "اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ" [لُقْمَانَ: ١٤]

“Hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku dan berterima kasihlah kepada ibu bapaknya.”

رُوِيَ عَنْ أُوَيْس الْقَرْنِ أَنَّهُ قَالَ: "مَرَرْتُ فِي بَعْضِ سِيَاحَتِي بِرَاهِبٍ، فَقُلْتُ یا رَاهِب، مَا أَوَّلُ دَرَجَةٍ يَرْقَاهَا الْمُرِيدُ؟، قَالَ رَدُّ الْمَظَالِمِ وَخِفَّةُ الظَّهْرِ مِنْ التَّبِعَاتِ، فَإِنَّهُ لَا يَصْعَدُ لِلْعَبْدِ عَمَلٌ وَعَلَيْهِ تَبِعَةٌ أَوْ مَظْلَمَةٌ

Dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Al Quran diterangkan bahwa beliau berkata, “Saya bertemu dengan seorang pendeta ketika mengadakan suatu perjalanan, lalu saya bertanda kepadanya, “Wahai pendeta, perkara apakah yang dapat mengangkat derajat seseorang?.

Maka beliau menjawab,”Mengembalikan hak-hak orang yang dianiayanya dan meringankan beban tanggung jawabnya. Karena amal perbuatan seorang hamba tidak akan diterima disisi Tuhan, apabila ia masih mempunyai tanggungan atau berbuat zhalim (terhadap sesamanya).”

Karena itu dua perintah Allah dan Rasul-Nya ini saling terkait dan tidak boleh hanya dikerjakan salah satunya saja.


MAQOLAH 2

Dengan Ulama dan Patuh pada Hukama

Rasulullah SAW bersabda :

(وَ)الْمَقَالَةُ الثَّانِيَةُ : (قَالَ) النَّبِيُّ (عَلَيْهِ السَّلَامُ : عَلَيْكُمْ بِمُجَالَسَةِ الْعُلَمَاءِ) أَيْ الْعَامِلِينَ (وَاسْتِمَاعِ كَلَامِ الْحُكَمَاءِ) أَيْ الْعَالِمِينَ بِذَاتِ اللَّهِ تَعَالَى الْمُصِيبِينَ فِى أَقْوَالِهِمْ وَأَفْعَالِهِمْ (فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يُحْيِى الْقَلْبَ الْمَيِّتَ بِنُورِ الْحِكْمَةِ) أَيْ الْعِلْمِ النَّافِعِ كَمَا يُحْيِى الْأَرْضَ الْمَيِّتَةَ بِمَاءِ الْمَطَرِ

"Hendaklah kalian berkumpul dengan ulama (yang mengamalkan ilmunya) dan mendengarkan ucapan hukama (orang yang mengenal Allah),  Karena Sesungguhnya Allah Ta’ala akan menghidupkan jiwa yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Allah menghidupkan  bumi yang mati (menumbuhkan pepohonan) dengan air hujan."

 

Dalam riwayat lain juga disebutkan:

وَفِى رِوَايَةِ الطَّبَرَانِيِّ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ : (جَالِسُوا الْكُبَرَاءَ وَسَائِلُوا الْعُلَمَاءَ وَخَالِطُوا الْحُكَمَاءَ) وَفَى رِوَايَةٍ : (جَالِسِ الْعُلَمَاءَ وَصَاحِبِ الْحُكَمَاءَ وَخَالِطِ الْكُبَرَاءَ) أَيْ فَإِنَّ الْعُلَمَاءَ ثَلَاثَةُ أَقْسَامٍ : الْعُلَمَاءُ بِأَحْكَامِ اللهِ تَعَالَى وَهُمْ أَصْحَابُ الْفَتْوَى؛ وَالْعُلَمَاءُ بِذَاتِ اللَّهِ فَقَطْ وَهُمْ الْحُكَمَاءُ فَفِي مُدَاخَلَتِهِمْ تَهْذِيبٌ لِلْأَخْلَاقِ لِأَنَّهُمْ أَشْرَقَتْ قُلُوبُهُمْ بِمَعْرِفَةِ اللهِ وَأَشْرَقَتْ أَسْرَارُهُمْ بِأَنْوَارِ جَلَالِ اللَّهِ. وَالْعُلَمَاءُ بِالْقِسْمَيْنِ وَهُمْ الْكُبَرَاءُ فَإِنَّ مُخَالَطَةَ أَهْلِ اللهِ تُكْسِبُ أَحْوَالًا سَنِيَّةً وَالنَّفْعُ بِاللَّحْظِ فَوْقَ النَّفْعِ بِاللَّفْظِ فَمَنْ نَفَعَكَ لَحْظُهُ نَفْعَكَ لَفْظُهُ وَمَنْ لَا فَلَا؛

 

"Hendaklah kalian berkumpul (bergaul) dengan para pemimpin dan bertanyalah kepada para ulama dan dekatlah kalian dengan para hukama.”

 “Berkumpulah dengan para ulama, bersahabatlah dengan hukama dan dekatlah dengan kubaro."
Ulama dikelompokan menjadi 3 golongan:

a. Ulama yang sangat ahli dibidang hukum-hukum Allah ta’ala, yaitu ulama penasehat  yang disebut dengan Ashabul Fatwa. Mereka ini memiliki hak untuk memberi fatwa.

b. Ulama yang sangat mengenal akan Allah yang disebut dengan Hukama (Ahli hikmah/Al-‘Arif billah). Bercampur atau bergaul dengan mereka ini, perangai dan karakter kita menjadi terdidik, karena hati mereka bersinar cahaya makrifat (mengenali Allah dan rahasia-rahasia-Nya), dan dari jiwa mereka membias sinar keagungan Allah.

Kedua golongan ulama ini sama-sama menitikberatkan kepada upaya perbaikan tingkah laku atau akhlak. Sebab, hati mereka selalu melihat dengan makrifat-nya terhadap Allah dan selalu terbuka dengan dahaya keagungan Allah.

c. Kubara, yaitu orang-orang yang dianugrahi ma’rfat terhadap hukum-hukum Allah dan terhadap Dzat Allah. Jadi yang memiliki kedua-duanya (ulama dan hukama). Seorang Kubara lirikannya (pandangan matanya) saja memberi manfaat pada kita, maka yang pandangan matanya saja bermanfaat bagi kita, maka lebih-lebih lagi perkataan (akan lebih bermanfaat bagi kita).

Bergaul akrab dengan orang yang alim (ahli Allah) dapat mendidik tingkah laku menjadi lebih baik. Hal ini tidak lain kaerna pengaruh kebiasaan-kebiasaan mereka yang tentunya lebih baik dari lisan. Jadi kebiasaan seseorang dapat bermanfaat bagimu, tentu akan bermanfaat pula ucapannya bagimu.

Didalam sebuah cerita oleh Imam Suhrowardi sbb:

وَكَانَ السُّهْرَوَرْدِيُّ يَطُوفُ فِى بَعْضِ مَسْجِدِ الْخَيْفِ بِمِنًى يَتَصَفَّحُ الْوُجُوهَ فَقِيلَ لَهُ فِيهِ فَقَالَ : إِنَّ لِلَّهِ عِبَادًا إِذَا نَظَرُوا إِلَى شَخْصٍ أَكْسَبُوهُ سَعَادَةً فَأَنَا أَطْلُبُ ذَلِكَ

 

“Imam suhrowardi mengelilingi (thowaf) di masjid khoif di mina. Ia berjabat tangan dengan orang banyak. Orang-orang bertanya kepadanya, lalu ia menjawab ; “sesungguhnya Allah mempunyai beberapa hamba yang apabila mereka melihat kepada seseorang, mereka mengusahakan agar orang yang dilihatnya bahagia, maka saya sedang mencarinya”.


Nabi bersabda :

سَيَأْتِى زَمَانٌ عَلَى أمَّتِى يَفِرُّوْنَ مِنَ الْعُلَمَآءِ وَالْفُقَهَآءِ فَيَبْتَلِيْهِمُ اللهُ بِثَلَاثِ بَلِيَّاتٍ اُوْلاَهَا يَرْفَعُ اللهُ الْبَرَكَةَ مِنْ كَسْبِهِمْ وَالثَّانِيَةُ يُسَلِّطُ اللهُ تعَالَى عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا ظَالِمًا وَالثَّالِثَةُ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الدُّنْيَا بِغَيْرِايْمَانٍ

Sabda Nabi Muhammad SAW:

"Aku datang suatu masa kepada umatku, dimana mereka meninggalkan para ulama dan fuqaha, maka Allah akan menurunkan tiga macam adzabNya kepada mereka. Pertama, dicabutnya berkah dari usahanya, kedua, dijadikanNya penguasa yang dzalim kepada mereka dan yang ketiga, mereka mati tanpa membawa iman."

MAQOLAH  3

Mati Tanpa Iman Bagaikan Mengarungi Samudra Tanpa Kapal

 Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata :

 (وَ) الْمَقَالَةُ الثَّالِثَةُ : (عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَنْ دَخَلَ الْقَبْرَ بِلَا زَادٍ) أَيْ مِنَ الْعَمَلِ الصَّالِحِ (فَكَأَنَّمَا رَكِبَ الْبَحْرَ بِلَا سَفِينَةٍ) أَيْ فَيَغْرَقُ غَرَقًا لَا خَلَاصَ لَهُ إِلَّا بِمَنْ يُنْقِذُهُ كَمَا قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (مَا الْمَيِّتُ فِي قَبْرِهِ إِلَّا كَالْغَرِيقِ الْمُغَوِّثِ) أَيْ الطَّلَبِ لِأَنْ يُغَاثَ

 “Barangsiapa masuk kubur (mati) tanpa membawa bekal (iman), maka ia bagaikan mengarungi samudra tanpa kapal.”

 “Mayit didalam kuburnya, bagaikan orang tenggelam yang memohon pertolongan.”

Disebutkan dalam kitab Nashaihul ‘Ibad yang merupakan penjelasan dari kitab Al-Munabbihaat ‘Alal Isti’daad Li Yaumil Ma’aad karangan Ibnu Hajar Al-Asqalani yang berisi nasihat-nasihat nan bijaksana, bahwa :

Rasulullah SAW pernah bersabda kepada salah seorang sahabat yaitu Abu Dzar Al-Ghifari Rahimahullah, “Wahai Abu Dzar, perbaharuilah perahumu, karena lautan itu sangat dalam, carilah perbekalan yang lengkap, karena perjalanan itu sangat jauh, kurangilah beban, karena rintangan itu amatlah sulit untuk diatasi dan ikhlaslah dalam beramal, karena yang menilai baik dan buruk adalah Dzat Yang Maha Melihat.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَيَأْتِى عَلَى أُمَّتِى زَمَانٌ يُحِبُّوْنَ اْلخَمْسَ وَيَنْسَوْنَ اْلخَمْسَ : يُحِبُّوْنَ الدُّنْيَاوَ يَنْسَوْنَ اْلآخِرَةَ وَيُحِبُّوْنَ اْلحَيَاةَ وَيُنْسَوْنَ الْمَوْتَ وَيُحِبُّوْنَ اْلقُصُوْرَ وَيَنْسَوْنَ اْلقُبُوْرَ وَيُحِبُّوْنَ الْمَالَ وَيَنْسَوْنَ اْلحِسَابَ وَيُحِبُّوْنَ اْلخَلْقَ وَيَنْسَوْنَ الْخَالِقَ

“Akan datang suatu masa, dimana ummatku lebih mencintai kepada 5 perkara dan melupakan 5 perkara lainnya, yaitu:

1.       Mencintai dunia dan melupakan akhirat

2.       Mencintai hidup dan melupakan mati

3.       Mencintai gedung-gedung mewah dan lupa kubur

4.       Mencintai harta benda dan lupa hisab dan

5.       Mereka lebih mencintai kepada sesama makhluk dan melupakan sang khalik, Allah Subhanahu wa ta’ala.”

 

MAQOLAH 4

SAYYIDINA UMAR BIN KHATHTHAB DAN ABU BAKAR ASH SHIDDIQ ra.

Menukil dari syaikh Abdul Mu’thi As Samlawi, diriwayatkan dari Umar ra., Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bertanya kepada malaikat Jibril as. :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ الرَّابِعَةُ : (عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) نُقِلَ عَنِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْمُعْطِي السَّمْلَاوِيِّ (أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِجِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ :

 صِفْ لِي حَسَنَاتِ عُمَرَ فَقَالَ لَوْ كَانَتِ الْبِحَارُ مِدَادًا وَالشَّجَرُ أَقْلَامًا لَمَا حَصَرْتُهَا ، فَقَالَ صِفْ لِي حَسَنَاتِ أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ : عُمَرُ حَسَنَةٌ مِنْ حَسَنَاتِ أَبِي بَكْرٍ)

 

“Beritahukanlah kepadaku tentang keutamaan Umar, maka malaikat Jibril menjawab, ”Seandainya air laut menjadi tintanya dan pepohonan menjadi penanya, niscaya aku tidak akan sanggup menghitungnya. “Lalu nabi Muhammad SAW bertanya lagi, “Sekarang beritahukanlah kepadaku tentang kebaikan Abu Bakar? “ Maka malaikat Jibril menjawab, “Umar hanyalah satu satu kebaikan dari kebaikan-kebaikan yang dimiliki Abu Bakar.”

 

  عِزُّ الدُّنْيَا بِالْمَالِ وَعِزُّ الْآخِرَةِ بِصَالِحِ الْأَعْمَالِ. أَيْ فَلَا تَتَقَوَّى أُمُورُ الدُّنْيَا وَلَا تَصْلُحُ إِلَّا بِالْأَمْوَالِ وَلَا تَتَقَوَّى أُمُورُ الْأُخَرَةِ وَلَا تَصْلُحُ إِلَّا بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ

“Keluhuran dunia hanya dapat dicapai dengan harta, sedangkan keluhuran akherat hanya dapat dicapai dengan amal shaleh.”

Abu Bakar As-Siddiq adalah sahabat terdekat Nabi Muhammad. Nabi biasa berbicara tentang Abu Bakar, bahwa lelaki sekaligus mertuanya itu adalah satu-satunya orang yang tidak pernah ragu untuk menerima Islam begitu dia mendengarnya.

Orang lain yang memeluk Islam pada masa-masa awal kenabian akan berpikir untuk beberapa waktu dan mempertimbangkan, tetapi Abu Bakar As-Siddiq langsung menyatakan keyakinannya.

Menyelamatkan bayi perempuan yang akan dikubur hidup-hidup

Sebelum menyatakan keislamannya, Abu Bakar As-Siddiq dikenal sebagai orang yang saleh; dia pada dasarnya memiliki karakter yang baik, dan hanya kebaikan yang diharapkan darinya. Dia dan Nabi sendiri adalah teman baik sebelum wahyu turun.

Abu Bakar adalah orang kaya dan memiliki kebiasaan menggunakan kekayaannya untuk kepentingan orang lain. Salah satu tradisi jahat pra-Islam adalah praktik mengubur bayi perempuan hidup-hidup.

Praktik ini dihentikan ketika Nabi Muhammad datang dengan membawa pesan Islam. Masa pra-Islam ini lazim disebut sebagai era kebodohan karena masyarakat hidup tanpa pengetahuan tentang nilai dan prinsip Islam.

Abu Bakar merupakan salah satu sahabat Nabi yang dijamin masuk Surga.

Untuk alasan ini, kelahiran bayi perempuan adalah sesuatu yang membuat pria malu. Laki-laki berpikir bahwa anak laki-laki akan lebih menghormati mereka, keluarga, dan suku mereka sementara anak perempuan berpotensi membawa mereka dan suku mereka tidak terhormat; oleh karena itu, banyak pria mengubur putri mereka hidup-hidup.

Kapanpun Abu Bakar As-Siddiq mendengar bahwa seorang bayi perempuan akan dikubur hidup-hidup, dia akan pergi dan bernegosiasi dengan ayahnya dan dia memulai sesuatu yang bisa disebut rumah kos dalam istilah sekarang, tempat dimana dia menempatkan gadis-gadis kecil ini dalam perawatan para wanita. Para wanita dewasa ini yang menjaga para bayi perempuan sementara Abu Bakar membayar perawatan mereka.

Semua kebaikan setiap hari

Nabi Muhammad berkata kepada Abu Bakar bahwa dia dapat masuk dari pintu surga mana pun yang dia inginkan karena sahabatnya ini mengerjakan semua kebajikan.

Setelah sholat Subuh, Nabi Muhammad biasa bertanya kepada para sahabatnya:

“Siapa yang berpuasa di antara kamu hari ini?”

Abu Bakar (semoga Allah SWT meridhoinya) menjawab: “Aku, ya Nabi.”

Nabi berkata lagi: “Siapa di antara kamu yang mengantarkan jenazah hari ini?”

Abu Bakar menjawab: “Aku melakukannya, ya Rasulullah.”

Dia kemudian berkata lagi: “Siapa di antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?”

Abu Bakar lagi-lagi menjawab: “Aku, ya Rasulullah.”

Nabi kemudian berkata: “Siapa di antara kalian yang mengunjungi orang cacat hari ini?”

Abu Bakar As-Siddiq yang menjawab: “Aku melakukannya, ya Rasulullah.”

Karena hal ini Rasulullah bersabda: “Siapapun yang melakukan perbuatan-perbuatan baik ini pasti akan masuk surga.”

Abu Bakar As-Siddiq biasa bangun untuk tahajud, lalu dia biasa pergi ke Madinah untuk membantu orang yang membutuhkan. Ini menunjukkan derajat tinggi Abu Bakar dalam hal tindakan kebaikan.


 

MAQOLAH 5

Khawatir terhadap dunia dan Akherat

Diriwayatkan dari Ustman bin Afan ra.

 

(وَ) الْمَقَالَةُ الْخَامِسَةُ (عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : هَمُّ الدُّنْيَا ظُلْمَةٌ فِي الْقَلْبِ وَهَمُّ الْآخِرَةُ نُورُ الْقَلْبِ) أَيْ الْحُزْنُ فِي الْأُمُورِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالدُّنْيَا صَارَ مُظْلِمًا فِي الْقَلْبِ وَالْحُزْنُ فِي الْأُمُورِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالْآخِرَةِ صَارَ مُنَوِّرًا لِلْقَلْبِ ، اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا

 

“Khawatir memikirkan dunia akan membuat hati menjadi gelap, sedangkan khawatir memikirkan akherat akan membuat hati menjadi bercahaya.”

Maksudnya, menyusahi urusan yang berhubungan dengan urusan dunia maka akan menjadikan hati menjadi gelap. Dan menyusahi perkara yang berhubungan dengan urusan akhirat akan menjadaikan hati menjadi terang.

Ya Allah jangan jadikan dunia sebesar-besar perkara yang kami susahi, dan bukan pula puncak ilmu kami.

 

MAQOLAH 6

Ilmu dan kemaksiatan

Sebagaimana diriwayatkan dari Ali radhiallahu anhu wakarroma wajhahu sebagai berikut :

 (وَ) الْمَقَالَةُ السَّادِسَةُ (عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) وَكَرَّمَ وَجْهَهُ (مَنْ كَانَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَتْ الْجَنَّةُ فِي طَلَبِهِ وَمَنْ كَانَ فِي طَلَبِ الْمَعْصِيَةِ كَانَتْ النَّارُ فِي طَلَبِهِ) أَيْ مَنْ اشْتَغَلَ فِي الْعِلْمِ النَّافِعِ الَّذِي لَا يَجُوزُ لِلْبَالِغِ الْعَاقِلِ جَهْلُهُ كَانَ فِي حَقِيقَةٍ طَالِبًا لِلْجَنَّةِ وَلِرِضَا اللَّهِ تَعَالَى وَمَنْ كَانَ مُرِيدًا لِلْمَعْصِيَةِ كَانَ فِي الْحَقِيقَةِ طَالِبًا لِلنَّارِ وَلِسَخَطِ اللَّهِ تَعَالَى

“Barangsiapa yang mencari ilmu, maka surgalah yang akan didapatkan dan barangsiapa yang mencari kemaksiatan, maka nerakalah yang akan didapatkannya (pula).”

Maksudnya barang siapa yang disibukkan dengan menuntut ilmu-ilmu agama dan ilmu dunia (yang bermanfaat), maka pada hakekatnya ia telah mencari syurga dan ridho Tuhan. Sebaliknya orang yang disibukkan dengan perbuatan maksiat, maka pada hakekatnya ia ingin merasakan pedihnya azab neraka dan murka Allah Subhanahu Wata'ala.

 

MAQOLAH 7

Orang Yang Mulia dan Orang Yang Bijaksana

Dalam sebuah riwayat yang bersumber Yahya bin Mu’adz radhiallahu ‘anhu disebutkan :

 

 (و) الْمَقَالَةُ السَّابِعَةُ (عَنْ يَحْيَى بْنِ مَغَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَا عَصَى اللَّهَ كَرِيمٌ) أَيْ حَمِيْدُ الْفِعَالِ وَهُوَ مَنْ يُكْرِمُ نَفْسَهُ بِالتَّقْوَى وَبِالْإِحْتِرَاسِ عَنِ الْمَعَاصِي (وَلَا آثَرَ الدُّنْيَا) أَيْ لَا قَدَمَهَا وَلَا فَضْلَهَا (عَلَى الْآخِرَةِ حَكِيمٌ) أَيْ مُصِيبٌ فِي أَفْعَالِهِ وَهُوَ مَنْ يَمْنَعُ نَفْسَهُ مِنْ مُخَالَفَةِ عَقْلِهِ السَّلِيمِ.

“Orang yang mulia tidak akan berani berbuat durhaka kepada Allah dan orang yang bijaksana tidak akan mengutamakan dunia daripada akherat.”

Maksudnya orang yang mulia adalah orang yang berakhlaqul karimah, yang memuliakan dirinya dengan cara meningkatkan ketaqwaan dan kewaspadaan dalam menghadapi semaraknya kemaksiatan.

Adapun yang dimaksud dengan orang yang bijaksana adalah orang yang tidak mengutamakan kemewahan dunia dan yang menahan nafsunya dari segala bentuk perbuatan yang bertentangan dengan nuraninya.


 

MAQOLAH  8

Ketaqwaan dan Duniawi

Dari Al A’Masyi (nama aslinya adalah Sulaiman bin Mahran Al-Kufi) ra. disebutkan :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ الثَّامِنَةُ (عَنِ الْأَعْمَشِ) اسْمُهُ سُلَيْمَانُ بْنُ مَهْرَانَ الْكُوفِيُّ (رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَنْ كَانَ رَأْسُ مَالِهِ التَّقْوَى كَلَّتْ الْأَلْسُنُ عَنْ وَصْفِ رِبْحِ دِينِهِ ، وَمَنْ كَانَ رَأْسُ مَالِهِ الدُّنْيَا كَلَّتْ الْأَلْسُنُ عَنْ وَصْفِ خُسْرَانِ دِينِهِ) وَالْمَعْنَى مَنْ تَمَسَّكَ عَلَى التَّقْوَى بِامْتِثَالِ أَوَامِرِ اللَّهِ تَعَالَى وَاجْتِنَابِ الْمَعَاصِي بِأَنْ أَسَّسَ أَفْعَالَهُ بِمُوَافَقَاتِ الشَّرْعِ فَلَهُ حَسَنَاتٌ كَثِيرَةٌ لَا تُحْصَى، وَمَنْ تَمَسَّكَ عَلَى أُمُورٍ مُخَالِفَاتٍ لِلشَّرْعِ فَلَهُ سَيِّئَاتٌ كَثِيرَةٌ عَجِزَتِ الْأَلْسُنُ عَنْ ذِكْرِ ذَلِكَ بِالْعَدَدِ

 

“Barangsiapa yang modal utamanya taqwa maka lidahnya akan menjadi kaku untuk menyebutkan keuntungan agamanya. Dan barangsiapa yang modal utamanya dunia maka lidahnya tidak akan sanggup menghitung kerugian agamanya”.

 

Maknanya adalah orang yang selalui berpegang teguh pada ketaqwaan, menjunjung tinggi perintah Allah dan menjauhi segala bentuk kedurhakaan serta berbuat sesuai dengan tuntunan syariat, maka ia akan mendapatkan kebajikan yang sangat besar sekali (tidak terhitung). Sedangkan orang-orang yang berbuat diluar tuntunan syariat, maka ia akan mendapatkan kerugian yang sangat besar pula sehingga tak terhitung jumlahnya.


MAQOLAH  9

Memperturutkan Hawa Nafsu dan Takabur

Dari Sufyan Ats-Tsauri Radhiallahu Anhu disebutkan :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ التَّاسِعَةُ (عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) وَهُوَ شَيْخُ الْإِمَامِ مَالِكٍ (كُلُّ مَعْصِيَةٍ) نَاشِئَةٍ (عَنْ شَهْوَةٍ) أَيْ اشْتِيَاقِ النَّفْسِ إِلَى شَيْئٍ (فَإِنَّهُ يُرْجَى غُفْرَانُهَا) أَيْ الْمَعْصِيَةِ (كُلُّ مَعْصِيَةٍ) نَشَأَتْ (عَنْ كِبْرٍ) أَيْ دَعْوَى الْفَضْلِ (فَإِنَّهُ لَا يُرْجَى غُفْرَانُهَا لِأَنَّ مَعْصِيَةَ ابْلَيسَ كَانَ أَصْلُهَا) أَيْ الْمَعْصِيَةِ (مِنْ الْكِبْرِ) يَزْعُمُ أَنَّهُ خَيْرٌ مِنْ سَيِّدِنَا آدَمَ (وَ) لِأَنَّ (زَلَّةَ) سَيِّدِنَا آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ (كَانَ أَصْلُهَا مِنْ الشَّهْوَةِ) بِسَبَبِ اشْتِيَاقِهِ إِلَى ذَوْقِ ثَمَرَةِ شَجَرَةِ الشَّهْوَةِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا

 

“Setiap perbuatan maksiat yang muncul akibat dorongan hawa nafsu, itu masih bisa diharapkan ampunannya, tetapi setiap kedurhakaan yang muncul karena adanya rasa takabur, maka jangan diharap ampunannya. Karena kedurhakaan iblis itu timbul dari adanya sifat takabur, sedang kesalahan Adam as. itu adalah memperturutkan hawa nafsu.

Sufyan Ats-Tsauri adalah Maha Guru dari Imam Malik

Hadits tersebut diatas menunjukan bahwa setiap perbuatan maksiat yang muncul akibat dorongan hawa nafsu, misalnya adanya keinginan untuk melakukan sesuatu, maka hal itu masih bisa diampuni. Sebaliknya kemaksiatan yang muncul akibat dari rasa takabur, maka tidak ada harapan lagi untuk dapat diampuni.

Karena kemaksiatan yang terjadi dari adanya rasa takabur itu berawal dari iblis, ia merasa lebih baik dari junjungan kita Nabi Adam as. Sedangkan kesalahan junjungan kita Nabi Adam as. Itu sebagai akibat itu dari dorongan hawa nafsu untuk merasakan sesuatu, yaitu keinginan untuk merasakan lezatnya buah khuldi dari pohon yang telah dilarang oleh Allah Subhanahu Wata’ala.


MAQOLAH 10

Bangga dengan Kesalahan dan Bersedih dengan Ketaatan

Sebagaimana yang diriwayatkan dari sebagian Ahli Zuhud berikut ini :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ الْعَاشِرَةُ (عَنْ بَعْضِ الزُّهَّادِ) وَهُمُ الَّذِينَ احْتَقَرُوا الدُّنْيَا وَلَمْ يُبَالُوا بِهَا بَلْ أَخَذُوا مِنْهَا قَدْرَ ضَرُورَتِهِمْ (مَنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا) أَيْ تَحَمَّلَهُ (وَهُوَ يَضْحَكُ) أَيْ وَالْحَالُ أَنَّهُ يَفْرَحُ بِتَحَمُّلِهِ (فَإِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُهُ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِي) لِأَنَّ حَقَّهُ أَنْ يَنْدَمَ وَيَسْتَغْفِرَ اللَّهَ تَعَالَى لِذَلِكَ (وَمَنْ أَطَاعَ وَهُوَ يَبْكِي) حَيَاءً مِنْ اللَّهِ تَعَالَى وَخَوْفًا مِنْهُ تَعَالَى عَلَى تَقْصِيرِهِ فِي تِلْكَ الطَّاعَةِ (فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُدْخِلُهُ الْجَنَّةَ وَهُوَ يَضْحَكُ) أَيْ يَفْرَحُ غَايَةَ الْفَرَحِ لِحُصُولِ مَطْلُوبِهِ وَهُوَ عَفْوُ اللَّهِ تَعَالَى

“Barangsiapa merasa bangga dengan perbuatan dosanya, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka dalam keadaan ketakutan. Dan barangsiapa bersedih (khawatir) terhadap ketaatan yang telah dilakukannya, maka Allah akan memasukannya kedalam syurga dalam keadaan bahagia.”

Ahli zuhud adalah orang-orang yang membuang jauh-jauh (tidak mementingkan lagi) segala urusan dan kemewahan dunia. Mereka memanfaatkan dunia hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhannya saja tidak lebih.

Hadits tersebut diatas menunjukan bahwa barangsiapa yang merasa bahagia dengan berbuat dosa, merasa senang dengan perbuatannya itu meskipun harus menanggung dosanya itu, maka Allah akan memasukan kedalam neraka, sedangkan ia dalam keadaan sangat ketakutan. Karena itu seharusnya bersedih dan menyesali perbuatannya itu seraya memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar dosanya diampuni. Dan barangsiapa yang berbuat ketaatan dengan disertai perasaan bersedih karena takut kepada Allah karena telah meremehkan apa yang telah diwajibkan-Nya, maka ia akan memasuki syurga dengan penuh kebahagiaan. Orang yang seperti ini berarti telah melakukan dua kebajikan, yaitu ketaatan itu sendiri dan penyesalannya atas dosa yang telah diperbuatnya.

 


 

MAQOLAH  11

Larangan Mengganggap Ringan Dosa Kecil

Diriwayatkan dari sebagian Hukama (ahli hikmah/para wali) berikut ini :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ (عَنْ بَعْضِ الْحُكَمَاءِ) أَيْ الْأَوْلِيَاءِ (لَا تَحْقِرُوا الذُّنُوبَ الصِّغَارَ) أَيْ لَا تَعُدُّوهَا صِغَارًا (فَإِنَّهَا تَتَشَعَّبُ مِنْهَا الذُّنُوبُ الْكِبَارُ) وَأَيْضًا رُبَّمَا يَكُونُ غَضَبُ اللَّهِ تَعَالَى فِي تِلْكَ الصِّغَارِ

“Janganlah kalian menganggap ringan dosa-dosa kecil karena sesungguhnya dari situlah lahirnya dosa-dosa besar.”

Bahkan kemurkaan (azab) Allah itupun kadang-kadang ditimpakan karena sebab dosa kecil.

 

MAQOLAH 12

Dosa Yang Ringan dan Doa Yang Berat

Rosulullah bersabda berikut ini :

 

(وَ) الْمَقَالَةُ الثَّانِيَةَ عَشْرَةَ : (عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا صَغِيرَةَ مَعَ الْإِصْرَارِ) فَإِنَّهَا بِالْمُوَاظَبَةِ عَلَيْهَا تَعْظُمُ فَتَصِيرُ كَبِيرَةً ، وَأَيْضًا إِنَّهَا عَلَى عَزْمِ اسْتِدَامَتِهَا تَصِيرُ كَبِيرَةً فَإِنَّ نِيَّةَ الْمَرْءِ فِي الْمَعَاصِي كَانَتْ مَعْصِيَةً (وَلَا كَبِيرَةَ مَعَ الْإِسْتِغْفَارِ) أَيْ التَّوْبَةِ بِشُرُوطِهَا فَإِنَّ التَّوْبَةَ تَمْحُو أَثَرَ الْخَطِيئَةِ وَإِنْ كَانَتْ كَبِيرَةً ، رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ الدَّيْلَمِيُّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ لَكِنْ بِتَقْدِيمِ الْجُمْلَةِ الْأَخِيرَةِ عَنِ الْأُولَى

“Dosa yang ringan itu akan menjadi besar, jika hatinya tetap berkehendak untuk mengerjakan terus-menerus, karena niat untuk berbuat maksiat itupun termasuk dosa yang sendiri. Dan dosa yang berat itu jangan dianggap dosa besar jika selalu mememohon ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosanya itu. “

Maksudnya bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya sesuai dengan syaratnya. Taubat itu dapat menghapuskan dosa, meskipun telah mencapai setinggi langit.
Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Imam Ad-Dailami yang bersumber dari Ibnu abbas dengan susunan kalimat yang akhir daripada kalimat awal.

 

MAQOLAH 13

Keinginan Ahli Ma’rifat dan Ahli Zuhud

Sebagaimana diterangkan dalam suatu pernyataan :

(وَ) الْمَقَالَةُ الثَّالِثَةَ عَشْرَةَ (قِيلَ : هَمُّ الْعَارِفِ الثَّنَاءُ) أَيْ مُرَادُ الْعَارِفِ بِاللَّهِ الثَّنَاءُ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى بِجَمِيلِ صِفَاتِهِ (وَهَمُّ الزَّاهِدِ الدُّعَاءُ) أَيْ مُرَادُ الْمُعْرِضِ عَنِ الزَّائِدِ عَلَى قَدْرِ الْحَاجَةِ مِنْ الدُّنْيَا بِقَلْبِهِ الدُّعَاءُ وَهُوَ التَّضَرُّعُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى بِسُؤَالِ مَا عِنْدَهُ مِنَ الْخَيْرِ (لِأَنَّ هَمَّ الْعَارِفِ رَبُّهُ) لَا الثَّوَابُ وَلَا الْجَنَّةُ (وَهَمَّ الزَّاهِدِ نَفْسُهُ) أَيْ مَنْفَعَةُ نَفْسِهِ مِنَ الثَّوَابِ وَالْجَنَّةِ, فَفَرَقَ بَيْنَ مَنْ هِمَّتُهُ الْحُورُ وَهِمَّتُهُ رَفْعُ السُّتُورِ

 

“Keinginan seorang ahli ma'rifat adalah memuji, sedangkan keinginan seorang ahli zuhud adalah doa karena keinginan orang yang arif adalah untuk mendapatkan pahala dari Allah sedangkan orang yang zuhud adalah kemanfaatan dirinya.”

Orang yang arif menghabiskan hari-harinya untuk mengagungkan sifat-sifat Allah SWT, sedangkan orang zuhud (meninggalkan segala urusan dunia) selain berdoa dan juga senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah SWT demi untuk mendapatkan kebaikan dari-Nya.

Orang yang arif tidak pernah memikirkan pahala dan syurga yang akan didapatinya, ia hanya memikirkan keagungan Robbnya, sedangkan orang zuhud itu selalu mencari untuk kemaslahatan dirinya sendiri yaitu pahala dan syurga.

Jadi perbedaannya adalah Jika orang zuhud itu tujuannya tidak lain adalah bagaimana caranya ia mendapatkan bidadari, sedangkan orang arif (marifat) adalah bagaimana caranya agar ia terhindar dari segala bentuk penghalang (tirai).

 


 

MAQOLAH 14

Orang Yang dangkal Pengetahuannya dan Yang Belum mengenal Dirinya

Sebagaimana diterangkan oleh sebagian Hukama sebagai berikut :

(وَ) الْمَقَالَةُ الرَّابِعَةَ عَشْرَةَ (عَنْ بَعْضِ الْحُكَمَاءِ) أَيْ أَطِبَّاءِ الْقُلُوبِ وَهُمُ الْأَوْلِيَاءُ (مَنْ تَوَهَّمَ أَنَّ لَهُ وَلِيًّا أَوْلَى مِنَ اللَّهِ قَلَّتْ مَعْرِفَتُهُ بِاللَّهِ) وَالْمَعْنَى مَنْ ظَنَّ أَنَّ لَهُ نَاصِرًا أَقْرَبَ مِنَ اللَّهِ وَأَكْثَرَ نُصْرَةً مِنْهُ فَإِنَّهُ لَمْ يَعْرِفِ اللَّهَ تَعَالَى (وَمَنْ تَوَهَّمَ أَنَّ لَهُ عَدُوًّا أَعْدَى مِنْ نَفْسِهِ قَلَّتْ مَعْرِفَتُهُ بِنَفْسِهِ) أَيْ وَمَنْ ظَنَّ أَنَّ لَهُ عَدُوًّا أَقْوَى مِنْ نَفْسِهِ الْأَمَّارَةِ وَاللَّوَّامَةِ فَإِنَّهُ لَمْ يَعْرِفْ نَفْسَهُ

“Barangsiapa mengira bahwa penolongnya yang lebih kuat daripada Allah, maka sedikit sekali pengetahuannya tentang Dzat Allah SWT. Dan barangsiapa mengira bahwa musuhnya itu lebih kejam dari nafsunya, maka berarti pengetahuan tentang dirinya sendiri hanya sedikit.”

Maksdunya: Barangsiapa menyangka bahwa ada penolong lain selain Allah SWT, yang lebih deket kepada dirinya dan lebih banyak pertolongannya, maka berarti ia jauh dari Allah (karena tidak megngetahuinya). Adapun orang yang tidak memahami akan kekuatan (keganasan) bahwa nafsunya sendiri yang selalu membimbingnya ke dalam perbuatan dosa, berarti ia tidak menyadari bahwa musuhnya yang paling jahat itu sebenarnya adalah nafsunya sediri.

 

MAQOLAH 15

Lisan dan Hati

Diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq mengenai tafsir berikut ini:

(وَ) الْمَقَالَةُ الْخَامِسَةَ عَشْرَةَ (عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي قَوْله تَعَالَى : "ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ"  قَالَ :) أَيْ أَبُو بَكْرٍ فِي تَفْسِيرِ ذَلِكَ (الْبَرُّ هُوَ اللِّسَانُ وَاالْبَحْرُ هُوَ الْقَلْبُ فَإِذَا فَسَدَ اللِّسَانُ) بِالسَّبِّ مَثَلًا (بَكَتْ عَلَيْهِ النُّفُوسُ) أَيْ الْأَشْخَاصُ مِنْ بَنِي آدَمَ (وَإِذَا فَسَدَ الْقَلْبُ) بِالرِّيَاءِ مَثَلًا (بَكَتْ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ) قِيلَ: الْحِكْمَةُ فِى أَنَّ اللِّسَانَ وَاحِدٌ تَنْبِيهٌ لِلْعَبْدِ فِي أَنَّهُ لَا يَنْبَغِى أَنْ يَتَكَلَّمَ إِلَّا فِيمَا يُهِمُّهُ وَفَى خَيْرٍ. وَقِيلَ: لِأَنَّ اللِّسَانَ الذَّاكِرَ بِكُلِّ لُغَاتٍ كَانَ ذِكْرُهُ لِلْمَذْكُورِ الْوَاحِدِ وَهُوَ اللَّهُ تَعَالَى، وَكَذَلِكَ الْقَلْبُ بِخِلَافِ نَحْوِ الْعَيْنِ وَالْأُذُنِ فَإِنَّهُ يَتَعَدَّدُ، قِيلَ: لِأَنَّ الْحَاجَةَ إِلَى السَّمْعِ وَالْبَصَرِ أَكْثَرُ مِنْ الْحَاجَةِ إِلَى الْكَلَامِ اهَ. وَإِنَّمَا شَبَّهَ الْقَلْبَ بِالْبَحْرِ لِشِدَّةِ عُمْقِهِ وَاتِّسَاعِهِ اهِ

-----------------------------------------------

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ

"Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan jahil tangan-tangan manusia sendiri”

Abu Bakar Ash-Shiddiq menyatakan :

الْبَرُّ هُوَ اللِّسَانُ وَاالْبَحْرُ هُوَ الْقَلْبُ فَإِذَا فَسَدَ اللِّسَانُ بَكَتْ عَلَيْهِ النُّفُوسُ

وَإِذَا فَسَدَ الْقَلْبُ بَكَتْ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ

“Daratan adalah lisan, sedangkan lautan adalah hati. Maka apabila lisan telah rusak, maka manusiapun akan menangisinya. Dan apabila hatinya yang rusak, maka Malaikat yang akan menangisinya”

Rusaknya lisan adalah seperti melaknat (berbicara kotor), dan rusaknya hati adalah seperti menyombongkan diri.

Hikmah dari diciptakannya lidah itu tidak lain hanyalah untuk mengingatkan hamba-hamba Allah agar jangan sampai mengucapkan sesuatu kecuali masalah yang penting dan bermanfaat.

Dalam pendapat yang lain diterangkan bahwa segala bentuk ucapan dzikir tujuannya tidak lain hanyalah untuk mengingat Allah Yang Maha Esa. Begitu juga dengan hati, ia diciptakan sendirian, sedangkan mata dan telinga diciptakan dalam keadan berpasangan. Selain daripada itu ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa kebutuhan pendengaran dan pengelihatan itu lebih banyak daripada kebutuhan lisan. Lautan digambarkan dengan hati karena sama-sama sangat dalam dan luas

MAQOLAH  16

Syahwat dan Kesabaran  

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ السَّادِسَةَ عَشْرَةَ (قِيلَ: إِنَّ الشَّهْوَةَ تُصَيِّرُ الْمُلُوكَ عَبِيدًا) فَإِنَّ مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا فَهُوَ عَبْدُهُ (وَالصَّبْرَ يُصَيِّرُ الْعَبِيدَ مُلُوكًا) لِأَنَّ الْعَبْدَ بِصَبْرِهِ يَنَالُ مَا يُرِيدُ (أَلَا تَرَى) أَيْ أَلَا يَصِلُ عِلْمُكَ (إِلَى) قِصَّةِ سَيِّدِنَا الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ (يُوسُفَ) الصِّدِّيقِ ابْنِ يَعْقُوبَ الصَّبُورِ ابْنِ إِسْحَاقَ الْحَلِيمِ ابْنِ إِبْرَاهِيمَ الْخَلِيلِ الْأَوَّاهِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ (وَزُلَيْخَا ؟) فَإِنَّهَا أَحَبَّتْ سَيِّدَنَا يُوسُفَ نِهَايَةَ الْحُبِّ وَهُوَ يَصْبِرُ عَلَى مَكْرِهَا وَأَذِيَّتِهَا

 

“Sesungguhnya syahwat itu dapat menurunkan derajat seorang raja menjadi seorang budak.  Dan kesabaran itu dapat mengangkat derajat seorang pembantu menjadi raja. Tidak anda mengetahui kisah Yusuf dan Zulaikha”.

Syahwat adalah keinginan dan kecintaan, padahal orang yang cinta terhadap sesuatu itu akan menjadi budak apa yang dicintainya itu, sedangkan kesabaran itu adalah ketabahan yang dengan kesabarannya itu seseorang akan dapat mencapai apa yang dicita-citakannya.

Dalam kisahnya, Zulaikha adalah seorang permaisuri raja tertarik kepada Sayyidina Yusuf seorang pembantu, tapi dengan penuh kesabaran Yusuf dapat mengatasi segala bujuk raya dan tipu muslihat Zulaikha. Dan pada akhirnya Yusuf yang semula hanya seorang pembantu itupun dapat menjadi raja.

 

MAQOLAH 17

Akal dan Hawa Nafsu

Dalam sebuah pernyataan telah disampaikan sebagai berikut :

 ((وَ) الْمَقَالَةُ السَّابِعَةَ عَشْرَةَ (قِيلَ: طُوبَى) أَيْ الْخَيْرُ الْكَثِيرُ (لِمَنْ كَانَ عَقْلُهُ أَمِيرًا) بِأَنْ يَقْتَدِيَ بِمُرَادِ عَقْلِهِ الْكَامِلِ (وَهَوَاهُ) أَيْ مَيْلَانُ نَفْسِهِ إِلَى مَا لَاتَشْتَهِيهِ مِنْ غَيْرِ دَاعِيَةِ الشَّرْعِ (أَسِيرًا) أَيْ مَمْنُوعًا مِنْ ذَلِكَ (وَوَيْلٌ) أَيْ هَلَاكٌ شَدِيدٌ (لِمَنْ كَانَ هَوَاهُ أَمِيرًا) بِأَنْ أَرْسَلَهَا إِلَى مُشْتَهَيَاتِهَا (وَعَقْلُهُ أَسِيرًا) أَيْ مَمْنُوعًا مِنْ نَحْوِ التَّفَكُّرِ فِي نِعَمِ اللَّهِ تَعَالَى وَفَى عَظَمَتِهِ تَعَالَى

“Berbahagialah orang yang selalu dalam bimbingan akalnya dan hawa nafsunya selalu dalam kendalinya. Dan celakalah orang yang selalu dikendalikan oleh hawa nafsunya sedang akalnya diam terkekang”.

Orang yang mengutamakan akal daripada hawa nafsunya, maksudnya orang yang selalu mengikuti kehendak akalnya yang lurus, sementara nafsunya enggan melakukan segala apa yang dilarang oleh Allah SWT, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan syara’. Sedangkan orang yang dikendalikan oleh hawa nafsunya sementara akalnya terkekang, maksudnya adalah orang yang akalnya tidak lagi berfungsi untuk bertafakkur kepada Allah dan lebih mengutamakan kehendak hawa nafsunya.


 

MAQOLAH  18

Hati Yang Lembut dan Pikiran Yang Jernih

Dalam sebuah pernyataan telah disampaikan sebagai berikut :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ الثَّامِنَةَ عَشْرَةَ (قِيلَ: "مَنْ تَرَكَ الذُّنُوبَ رَقَّ قَلْبُهُ) فَيَقْبَلُ النَّصِيحَةَ وَيَخْشَعُ لَهَا (وَمَنْ تَرَكَ الْحَرَامَ) فِي الْمَطْعُومِ وَالْمَلْبُوسِ وَغَيْرِهِمَا (وَأَكَلَ الْحَلَالَ صَفَّتْ فِكْرَتُهُ") عَلَى مَصْنُوعَاتِ اللَّهِ تَعَالَى الدَّالَّةِ عَلَى إحْيَاءِ اللَّهِ تَعَالَى الْخَلْقَ بَعْدَ الْمَوْتِ وَعَلَى وَحْدَتِهِ تَعَالَى وَقُدْرَتِهِ وَعِلْمِهِ،

“Barangsiapa mau meninggalkan perbuatan dosa, maka hatinya akan menjadi lembut. Dan barangsiapa meninggalkan perbuatan yang diharamkan (oleh Allah SWT) dan memakan makanan yang halal, maka menjadi jernih pikirannya.”

Hati yang lembut adalah hati yang dapat menerima nasehat agama dengan mudah dan mau mematuhinya, serta menjalankannya dengan penuh kekhusyuan. Sedangkan pikiran yang jernih adalah pikiran yang selalu dipergunakan untuk memikirkan keagungan ciptaan Allah dan meyakini bahwa Allah itu Maha Kuasa, yang salah satu kekuasaan-Nya adalah membangkitkan kembali orang yang mati.

Keyakinan tersebut dapat diperoleh dengan merenungkan kejadian manusia melalui akal dan pikiran, bahwa Allah telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang menyatu didalam rahim ibunya, lalu berubah menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, dilengkapi dengan tulang, otot, saraf sampai terbentuklah telinga, mata serta badan yang lainnya. Disamping itu Allah juga memberikan jalan keluar dari rahim ibunya, serta memberitahu bagaimana cara menyusui. Bayi yang baru lahir itu dalam keadaan tidak bergigi, kemudian dengan kehendakNya, akhirnya tumbuhlah gigi-giginya tersebut dan menanggalkannya ketika dalam usia 7 tahun. Kemudian ditumbuhkan kembali dalam waktu yang lain.

Allah menjadikan manusia mulai dari kecil menjadi dewasa, kemudian menjadi orang tua. Dan dari sehat menjadi sakit, dan Diapulalah yang menidurkan seluruh makhluk-Nya pada malam hari dan membangunkannya pada siang hari dan itu terjadi setiap hari. Rambut dan kuku dapat rontok, kemudian tumbuh kembali. Begitu juga dengan silih bergantinya antara siang dan malam sebagai akibat dari peredaran matahari dan bulan, yang kesemuanya itu datang dan pergi secara sendirinya. Setaip bulannya, bulan terbenam dan muncul dengan sempurna dan ketika terjadi gerhana, sinar matahari menghilang berubah menjadi kegelapan. Dan dari tanah yang basah Allah tumbuhkan tanaman.

Berdasarkan kenyataan itu semua, maka jelas Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang dapat menghidupkan segala sesuatu yang telah mati dan hancur di dalam kubur. Oleh sebab itu bagi hamba-hamba Allah (yang beriman) wajib mem[perbanyak tafakkur kepada Allah guna mempertebal keyakinan bahwa masih ada lagi kehidupan setelah berada di alam kubur. Disamping itu, harus mengakui akan adanya hari kebangkitan dan perhitungan amal selama hidup di dunia. Walhasil, berdasarkan kadar iman yang dimilikinya, seorang hamba akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk senantiasa menjunjung tinggi segala yang diperintahkan Allah SWT dan menjahui segala larangan-Nya.

وَذَلِكَ بِأَنْ تَأَمَّلَ بِفِكْرِهِ وَتَدَبَّرَ بِعَقْلِهِ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَهُ مِنْ نُطْفَةٍ فِي الرَّحِمِ فَجَعَلَهَا عَلَقَةً ثُمَّ مُضْغَةً ثُمَّ خَلَقَ مِنْهَا لَحْمًا وَعَظْمًا وَعُرُوقًا وَأَعْصَابًا وَشَقَّ لَهَا سَمْعًا وَبَصَرًا وَأَعْضَاءً, ثُمَّ سَهَّلَ الْخُرُوجَ لِلْجَنِينِ مِنْ بَطْنِ أُمِّهِ وَأَلْهَمَهُ ارْتِضَاعَ الثَّدِيِ وَجَعَلَهُ فِي أَوَّلِ الْأَمْرِ بِلَا أَسْنَانٍ ثُمَّ أَنْبَتَ لَهُ الْأَسْنَانَ ثُمَّ أَسْقَطَهَا وَأَزَالَهَا عِنْدَ سَبْعِ سِنِينَ ثُمَّ أَعَادَهَا مَرَّةً أُخْرَى وَجَعَلَ اللَّهُ تَعَالَى أَحْوَالَ الْعَبْدِ مُتَغَيِّرَةً مِنْ صِغَرٍ إِلَى كِبَرٍ وَمِنْ شَبَابٍ إِلَى هَرَمٍ وَمِنْ صِحَّةٍ إِلَى سَقَمٍ وَجَعَلَ الْعَبْدَ كُلَّ يَوْمٍ يَنَامُ وَيَسْتَيْقِظُ, وَكَذَلِكَ شُعُورُهُ وَأَظْفَارُهُ كُلَّمَا سَقَطَ مِنْهَا رَجَعَ إِلَى مَا كَانَ، وَكَذَلِكَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ يَتَنَاوَبَانِ كُلَّمَا ذَهَبَ أَحَدُهُمَا جَاءَ الْآخَرُ، وَكَذَلِكَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالسَّحَابُ وَالْمَطَرُ كُلُّهَا تَجِىءُ وَتَذْهَبُ وَكَذَلِكَ الْقَمَرُ يَنْمَحِقُ كُلَّ شَهْرٍ ثُمَّ يَتَكَامَلُ ثُمَّ يَنْمَحِقُ، وَكَذَلِكَ الْكُسُوفُ لِلشَّمْسِ وَالْقَمَرِ حَيْثُ يَذْهَبُ الضَّوْءُ مِنْهَا ثُمَّ يَعُودُ، وَكَذَلِكَ الْأَرْضُ تَكُونُ يَابِسَةً ثُمَّ يُنْبِتُ اللَّهُ فِيهَا النَّبَاتَ ثُمَّ يَذْهَبُ مِنْهَا فَتَعُودُ يَابِسَةً ثُمَّ تُنْبِتُ مَرَّةً بَعْدَ أُخْرَى، فَاَلَّذِى قَدَرَ عَلَى ذَلِكَ كُلِّهِ قَادِرٌ عَلَى إِحْيَاءِ الْمَوْتَى بَعْدَ فَنَائِهِمْ فِى الْأَرْضِ، فَعَلَى الْعَبْدِ أَنْ يُكْثِرَ الْفِكْرَ فِى ذَلِكَ حَتَّى يَقْوَى إيمَانُهُ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَيَعْلَمَ أَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ وَيُجَازِيهِ بِأَعْمَالِهِ، فَعَلَى قَدْرِ قُوَّةِ إيمَانِهِ بِذَلِكَ يَجْتَهِدُ فِي الطَّاعَاتِ وَاجْتِنَابِ الْمُخَالَفَاتِ لِلشَّرْعِ

Artinya :

Dan semua itu dengan meneliti menggunakan fikirannya dan merenung dengan akal sehatnya bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan ia dari setetes air mani di dalam rahim ibu kemudian Allah menjadikan setetes mani itu alaqoh kemudian menjadi segumpal daging kemudian Allah menciptakan dari segumpal daging itu daging dan tulang dan otot-otot dan saraf saraf dan Allah membagi dua untuknya pendengaran dan penglihatan dan anggota badan, kemudian Allah memudahkan keluarnya janin dari perut ibunya dan Allah mengilhami janin itu menyusu pada ibunya kemudian Allah menjadikan janin itu pada awal kelahiran tanpa gigi kemudian Allah menumbuhkan untuk janin itu gigi kemudian Allah memutus gigi itu kemudian Allah menghilangkan gigi itu pada umur tujuh tahun kemudian Allah mengembalikan gigi itu sekali lagi, kemudian Allah menjadikan tingkah laku seorang hamba berubah-ubah dari awal masa kecil hingga dewasa dan dari muda sampai pikun dan dari sehat sampai sakit dan Allah telah menjadikan seorang hamba setiap hari tidur dan bangun. Begitu juga dengan rambut-rambutnya dan kuku-kukunya setiap kali ia memotong kukunya maka kembali kuku itu pada kondisi semula. Begitu juga malam dan siang saling berganti setiap kali hilang salah satu dari keduanya maka datang yang lain. begitu juga matahari dan rembulan dan bintang-bintang dan mendung dan hujan setiap salah satu dari semuanya datang dan pergi. Begitu juga bulan menjadi kecil dari setiap bulan kemudian menjadi sempurna kemudian menjadi kecil. Dan begitu juga gerhana matahari dan gerhana bulan sekiranya menjadi hilang cahaya dari keduanya kemudian kembali. Begitu juga bumi ada yang kering kemudian Allah menumbuhkan di dalam bumi itu tumbuh-tumbuhan kemudian tumbuhan itu menghilang dari bumi kemudian Allah mengembalikan tanah itu menjadi kering kemudian bumi itu tumbuh sekali lagi setelah satu waktu, Maka dzat Allah yang kuasa atas itu semua adalah dzat yang kuasa menghidupkan yang mati sesudah rusaknya di bumi, Maka wajib atas seorang hamba memperbanyak berfikir tentang ciptaan Allah itu sehingga menjadi kuat imannya sampai dibangkitkan lagi sesudah mati dan sampai dia tahu bahwa Allah telah membangkitkan ia dan Allah akan membalas padanya atas amal-amalnya. Maka atas ukuran kekuatan imannya tentang perkara itu ia bersungguh sungguh dalam ketaatan dan ia menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan hukum syariat.


 

MAQOLAH 19

Mentaati Perintah Allah dan Menjauhi Larangan-Nya

Berdasarkan firman Allah yang telah diturunkan-Nya kepada sebagian nabi sebagai berikut :

 (وَ) الْمَقَالَةُ التَّاسِعَةَ عَشْرَةَ (أُوحِيَ إِلَى بَعْضِ الأَنْبِيَاءِ: "أَطِعْنِي فِيْمَا أَمَرْتُكَ وَلاَ تَعْصِنِيْ فِيْمَا نَصَحْتُكَ") أَيْ فِيْمَا دَعَوْتُكَ إِلَى مَا فِيْهِ الصَّلَاحُ وَنَهَيْتُكَ عَمَّا فِيْهِ الْفَسَادُ

“Taatlah kamu sekalian kepada printahKu dan janganlah kamu mendurhakai apa yang telah Aku nasehatkan (kepadamu).”

Di dalam perintah Allah terdapat petunjuk ke jalan yang lebih baik dan di dalam larangan-Nya tersimpan makna kehancuran.

Maqolah yang ke sembilan belas (Telah diwahyukeun kepada sebagian dari para nabi : "Taatilah aku dalam hal yang telah aku perintahkan ke padamu dan janganlah kamu bermaksiat ke padaku dalam hal yang telah aku nasehatkan ke padamu) Maksudnya dalam hal yang telah aku perintahkan kepadamu pada perkara yang di dalamnya ada kebaikan dan dalam hal yang telah aku larang kepadamu dari perkara yang di dalamnya ada kerusakan.

 

MAQOLAH 20

Cara-cara Menyempurnakan Akal

Sebagaimana telah dijelaskan pada pernyataan sebagai berikut :

 (و) الْمَقَالَةُ الْعِشْرُوْنَ (قِيْلَ: "إِكْمَالُ العَقْلِ اتَّبَاعُ رِضْوَانِ اللَّهِ تَعَالَى وَاجْتِنَابُ سُخَطِهِ" ) أَيْ فَخِلَافُ ذَلِكَ جُنُوْنٌ

“Kesempurnaan akal itu dapat diraih dengan cara mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.”

Oleh sebab itu mengembangkan akal dengan cara yang bertentangan dengan cara-cara tersebut di atas, maka sama juga dengan bohong (artinya tidak akan bertambah baik, justru sebaliknya akan menjadi hancur)


 

MAQOLAH  21

Pandai Cendekia dan Orang Bodoh

Sebagaimana telah diterangkan dalam pernyataan berikut :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ الْحَادِيَةُ وَالْعِشْرُونَ (قِيلَ: "لَا غُرْبَةَ لِلْفَاضِلِ وَلَا وَطَنَ لِلْجَاهِلِ") أَيْ الْمُتَّصِفِ بِالْعِلْمِ وَالْعَمَلِ كَانَ مُكَرَّمًا مُعَظَّمًا عِنْدَ النَّاسِ فِي أَيِّ بَلَدٍ كَانَ، فَكَانَ كُلُّ بَلَدٍ عِنْدَهُ وَطَنًا وَلَوْكَانَ غَرِيبًا وَالْجَاهِلُ بِخِلَافِ ذَلِكَ

“Tiada pengasingan bagi orang pandai dan tiada tanah air bagi orang yang bodoh.”

Orang yang mulai adalah orang pandai (berilmu) dan senang beramal, ia selalu disanjung dan dihormati orang lain dimanapun ia berada, karena selalu dinanti dan diperlukan kehadirannya. Karenanya meskipun ia tinggal di negri orang lain, ia tetap merasa tinggal dirumahnya sendiri. Sedangkan orang yang bodoh akan merasakan sebaliknya.

MAQOLAH  22

Mendekatkan Diri Kepada Allah dan Menjauhkan Diri dari Manusia

Sebagaimana telah diterangkan dalam pernyataan berikut :

 (وَ) الْمَقَالَةُ الثَّانِيَةُ وَالْعِشْرُونَ (قِيلَ : مَنْ كَانَ بِالطَّاعَةِ عِنْدَ اللَّهِ قَرِيبًا كَانَ بَيْنَ النَّاسِ غَرِيبًا) أَيْ مَنْ اسْتَأْنَسَ بِاشْتِغَالِ طَاعَةِ اللَّهِ تَعَالَى صَارَ مُسْتَوْحِشًا عَنْ النَّاسِ

“Barangsiapa yang merasa dekat dengan Allah lantaran telah berbuat ketaatan, maka ia akan merasa asing dari lingkungan manusia.”

Orang yang mampu merasakan kenimatan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, ia tidak lagi merasa nyaman hidup bersama manusia


 

MAQOLAH 23

Tanda-tanda Ma’rifat dan Adanya Kehidupan

Sebagaimana dikatakan oleh sebagian hukama berikut ini :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ الثَّالِثَةُ وَالْعِشْرُونَ (قِيلَ: حَرَكَةُ الطَّاعَةِ دَلِيلُ الْمَعْرِفَةِ، كَمَا أَنَّ حَرَكَةَ الْجِسْمِ دَلِيلُ الْحَيَاةِ) وَالْمَعْنَى أَنَّ إتْيَانَ الْعَبْدِ الطَّاعَةَ لِلَّهِ تَعَالَى عَلَامَةٌ عَلَى مَعْرِفَتِهِ للَّهِ، فَإِذَا كَثُرَتْ الطَّاعَةُ كَثُرَتْ الْمَعْرِفَةُ، وَإِذَا قَلَّتْ قَلَّتْ، لِأَنَّ الظَّاهِرَ مِرْآةُ الْبَاطِنِ

 

“Perbuatan sesorang dalam melakukan ketaatan itu menunjukan adanya makrifat (dalam dirinya), sebagaimana gerakan badan menunjukan adanya kehidupan.”

Makrifat adalah mengenal Dzat Allah lebih dekat dari segala bentuk keagungan, kebesaran dan kekuasan-Nya. Apabila seorang hamba berbuat ketaatan kepada Allah, maka hal itu menujukkan tentang adanya pengetahuan tentang Dzat Allah dalam dirinya. Dan apabila semakin banyak dalam berbuat ketaatan, maka semakin dalam pula pengetahuannya akan Dzat Allah. Sebaliknya apabila ia jarang dalam berbuat ketaatan, maka berarti tidak ada kemakrifatan dalam dirinya. Karena perbuatan lahir itu merupakan cermin dari sikap batinnya.

 

MAQOLAH 24

Sumber perbuatan Dosa dan Pokok Segala Fitnah

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad berikut ini :

 (وَ) الْمَقَالَةُ الرَّابِعَةُ وَالْعِشْرُونَ (قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَصْلُ جَمِيعِ الْخَطَايَا حُبُّ الدُّنْيَا) وَهِيَ مَا زَادَ عَنِ الْحَاجَةِ (وَأَصْلُ جَمِيعِ الْفِتَنِ مَنْعُ الْعُشْرِ وَالزَّكَاةِ) وَهَذَا مِنْ عَطْفِ الْعَامِّ عَلَى الْخَاصِّ، لِأَنَّ الْعُشْرَ خَاصٌّ بِالزُّرُوعِ وَالثِّمَارِ وَالزَّكَاةُ شَامِلَةٌ لِذَلِكَ, وَلِزَكَاةِ النَّقْدِ وَالْأَنْعَامِ وَلِزَكَاةِ الْبَدَنِ

“Sumber dari segala perbuatan dosa itu adalah cinta dunia dan pokok dari segala fitnah adalah tidak mau membayar zakat dan sepersepuluh dari hasil pertaniannya.”

Yang dimaksud dengan cinta dunia disini adalah lebih menyukai segala bentuk kemewahan dunia daripada urusan akherat.

 

MAQOLAH 25

Sadar Akan Kekurangan dan Kelemahan Dirinya

Sebagaimana telah diterangkan dalam pernyataan berikut :

 (وَ) الْمَقَالَةُ الْخَامِسَةُ وَالْعِشْرُونَ (قِيلَ : الْمُقِرُّ بِالتَّقْصِيرِ) أَيْ بِالْعَجْزِ عَنِ الطَّاعَةِ (أَبَدًا مَحْمُودٌ، وَالْإِقْرَارُ بِالتَّقْصِيرِ عَلَامَةُ الْقَبُولِ) لِأَنَّهُ إِشَارَةٌ إِلَى عَدَمِ الْعُجْبِ وَالْكِبْرِ

“Orang yang mau menyadari akan kelemahan yang ada pada dirinya akan terpuji selamanya dan mau mengakui kekurangannya itu merupakan bukti diterimanya amal perbuatannya (oleh Allah).”

Mau mengakui segala kekurangan dan kelemahan yang ada pada dirinya menunjukan tidak adanya sifat takabur dan congkak dalam dirinya.

 

MAQOLAH 26

Kekufuran Nikmat dan Bertemen Dengan Orang Bodoh

Dikatakan oleh sebagian hukama :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ السَّادِسَةُ وَالْعِشْرُونَ (قِيلَ: كُفْرَانُ النِّعْمَةِ لُؤْمٌ) أَيْ عَدَمُ شُكْرِ النِّعْمَةِ دَلِيلٌ عَلَى دَنَاءَةِ النَّفْسِ (وَصُحْبَةُ الْأَحْمَقِ) وَهُوَ وَاضِعُ الشَّيْءِ فِي غَيْرٍ مَحَلِّهِ مَعَ الْعِلْمِ بِقُبْحِهِ (شُؤمٌ) أَيْ غَيْرُ مُبَارَكٍ

“Kufur nikmat itu merupakan kehinaan dan berteman dengan orang yang bodoh itu adalah merupakan bentuk kesialan.”

Orang yang tidak mau mensyukuri segala nikmat yang telah dianugrahkan oleh Allah SWT atas dirinya, itu menunjukan bahwa dirinya adalah orang yang hina, demikian halnya bersahabat dengan orang yang bodoh yaitu orang yang tidak dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, meskipun sebenarnya ia tahu akan kesalahannya.

كَمَا رَوَى الطَّبَرَانِيُّ عَنْ بَشِيرٍ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اِصْرِمِ الْأَحْمَقَ" بِكَسْرِ الْهَمْزَةِ وَالرَّاءِ أَيْ اِقْطَعْ وُدَّهُ، وَالْمَعْنَى لَا تُصَاحِبْهُ لِقُبْحِ حَالَتِهِ وَلِأَنَّ الطِّبَاعَ سَرَّاقَةٌ وَقَدْ يَسْرِقُ طَبْعُكَ مِنْهُ

Imam Ath Tabrani meriwayatkan dari Basyir, bahwa Rosulullah bersabda :

 “Hendaklah kamu tidak berteman dengan orang yang bodoh.”

Memutuskan hubungan dengan orang yang tidak bermanfaat, maksudnya adalah tidak bertemen dengan orang-orang yang berakhlak jelek (tidak memiliki tatakrama) dengan tujuan untuk menghindari kejelekan perangainya, karena perangai (watak) seseorang itu lambat laun akan berpengaruh juga pada orang-orang yang berada didekatnya.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dari Ibnu Umar r.a bahwa sesungguhnya Rosulullah bersabda :

وَرَوَى التِّرْمِذِيُّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا، وَمَنْ لَمْ تَكُونَا فِيهِ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا: مَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَاقْتَدَى بِهِ وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا فَضَّلَهُ بِهِ عَلَيْهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا، وَمَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ وَنَظَرَ فِى دُنْيَاهُ إلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَأَسِفَ عَلَى مَا فَاتَهُ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا" اهْ. هَذَا الْحَدِيثُ جَامِعٌ لِجَمِيعِ أَنْوَاعِ الْخَيْرِ

“Dua perkara, barangsiapa dapat memiliki keduanya, maka Allah akan mencatatnya sebagai orang yang ahli syukur dan sabar. Dan barangsiapa yang tidak dapat memiliki keduanya, maka Allah akan mencatatnya sebagai orang yang tidak tahu balas budi (tidak tahu terima kasih) dan tidak sabar. Barangsiapa yang selalu membanding-bandingkan kualitas agamanya dengan orang yang berkualitas lebih tinggi, dan jika dalam masalah dunia ia membandingkannya dengan orang yang lebih rendah, kemudian memujia Allah atas kelebihan yang dimilikinya itu, maka Allah akan mencatatnya sebagai orang yang tahu berterima kasih (tahu syukur) dan ahli sabar, dan barangsiapa selalu membanding-bandingkan kualitas agamanya dengan orang lebih rendah dan membandingkan urusan dunianya dengan orang yang lebih tinggi, kemudian ia merasa hina karena tidak dapat menadingi kebesaran (kekayaan) orang tersebut, maka Allah mencatatnya sebagai orang yang tida tahu berterima kasih (tidak tahu syukur) dan tidak bersabar.”

Hadist ini merangkum pada seluruh macam kebaikan.

 

MAQOLAH 27

Dunia dan Syakarotul Maut

Sebagaimana yang diisyaratkan oleh seorag penyair didalam syairnya berikut :

 

 ((وَ) الْمَقَالَةُ السَّابِعَةُ وَالْعِشْرُونَ (قَالَ الشَّاعِرُ:) مِنْ بَحْرِ الْكَامِلِ الْمَجْزُوِّ

قَدْ غَرَّهُ طُولُ الْأَمَلِ        *       يَا مَنْ بِدُنْيَاهُ اشْتَغَلْ

حَتّى دَنَا مِنْهُ الْأَجَلُ        *       أَوْ لَمْ يَزَلْ فِي غَفْلَةٍ

وَالْقَبْرُ صُنْدُوقُ الْعَمَلِ     *      الْمَوْتُ يَأْتِي بَغْتَةً

لَا مَوْتَ إِلَّا بِالْأَجَلِ        *       إِصْبِرْ عَلَى أَهْوَالِهَا

Dari bahar kamil yang dikurangi satu wazan.

(Wahai orang yang sibuk dengan urusuan dunia    * Telah menipu kepadanya panjang angan angan

Atau orang yang tidak henti hentinya lalai                 * Sampai dekat kepadanya ajal

Maut akan datang secara serentak                              * Dan qubur adalah petinya amal

Engkau harus bersabar atas kengerian mati             * Tidak ada kematian kecuali sebab adanya ajal.

Telah meriwayatkan Imam Ad-dailimi sesungguhnya Nabi telah bersabda :

وَرَوَى الدَّيْلَمِيُّ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَرْكُ الدُّنْيَا أَمَرُّ مِنَ الصَّبْرِ وَأَشَدُّ مِنْ حَطْمِ السُّيُوفِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَلَا يَتْرُكُهَا أَحَدٌ إلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مِثْلَ مَا يُعْطِي الشُّهَدَاءَ، وَتَرْكُهَا قِلَّةُ الْأَكْلِ وَالشَّبْعِ وَبُغْضُ الْتَنَاءِ مِنْ النَّاسِ، فَإِنَّهُ مَنْ أَحَبُّ الثَّنَاءَ مِنَ النَّاسِ أَحَبَّ الدُّنْيَا وَنَعِيمَهَا وَمَنْ سَرَّهُ النَّعِيمُ كُلَّ النَّعِيمِ فَلْيَدَعِ الدُّنْيَا وَالثَّنَاءَ مِنْ النَّاسِ

“Meninggalkan dunia itu lebih pahit daripada jadam dan lebih pedih daripada goresan pedang di medan pertempuran, dan tiada sesuatupun bagi yang mau meninggalkannya kecuali Allah menganugrahkan kepadanya sebagaimana Ia anugrahkan kepada syuhada. Meninggalkan dunia adalah dengan cara sedikit makan dan kenyang dan tidak suka dipuji orang. Karena barangsiapa senang dipuji manusia, maka ia lebih suka dunia dengan segala kenikmatannya. Dan barangsiapa ingin mendapatkan kenikmatan utama, maka hendaklah ia meninggalkan segala bentuk urusan dunia dan pujian dari manusia.”

Telah meriwayatkan Ibnu Majah Sesungguhnya Nabi telah bersabda :

وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَتْ نِيَّتُهُ الْآخِرَةَ جَمَعَ اللَّهُ شَمْلَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا رَاغِمَةً، وَمَنْ كَانَتْ نِيَّتُهُ الدُّنْيَا فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ

“Barangsiapa yang ingin mendapatkan akherat, maka Allah akan menambah kekuatannya dan mejadikannya kaya hati dan duniapun akan mengikutinya dengan sendirinya. Dan barangsiapa berniat untuk mendapatkan dunia, maka Allah pun akan memberatkan segala urusannya, dan menjadikannya kefakiran (selalu terbayang) diantara kedau matanya, dan tidak akan mendapatkan apa yang diinginkan di dunia, melainkan apa yang telah ditentukannya.”

 

MAQOLAH 28

Berdoa dan Memohon Ampun

Sebagaimana doa yang dipanjatkan oleh Abu Bakar Daif Ibnu Jahdar Asy Syibli  Rahimahullahu Ta'ala  berikut :

 

 (وَ) الْمَقَالَةُ الثَّامِنَةُ وَالْعِشْرُونَ (عَنْ أَبِي بَكْرٍ) دَلْفِ بْنِ جَحْدَرٍ (الشِّبْلِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى) بَغْدَادِيِّ الْمَوْلِدِ وَالْمَنْشَأِ, صَحِبَ الْجُنَيْدَ وَمَنْ فِي عَصْرِهِ مَالِكِيِّ الْمَذْهَبِ عَاشَ سَبْعًا وَثَمَانِينَ سَنَةً وَمَاتَ سَنَةَ أَرْبَعٍ وَثَلَاثِينَ وَثَلَاثِمِائَةٍ وَقَبْرُهُ بِبَغْدَادٍ (وَهُوَ مِنْ عُظَمَاءِ الْعَارِفِينَ) بِاَللَّهِ تَعَالَى (قَالَ) فِي مُنَاجَاتِهِ (إلَهِي إنِّي أُحِبُّ أَنْ أَهَبَ لَك جَمِيعَ حَسَنَاتِي مَعَ فَقْرِي) أَيْ احْتِيَاجِي لِلْحَسَنَاتِ (وَضُعْفِي) أَيْ عَجْزِي عَنْ إِكْثَارِ الْعِبَادَاتِ (فَكَيْفَ لَا تُحِبُّ سَيِّدِي) بِحَذْفِ حَرْفِ النِّدَاءِ (أَنْ تَهَبَ لِي) أَيْ تَسْمَحَ لِي (جَمِيعَ سَيِّئَاتِي مَعَ غِنَاكَ مَوْلَايَ عَنِّي) أَيْ عَذَابِي فَإِنَّ سَيِّئَاتِي لَا تَضُرُّك وَحَسَنَاتِي لَا تَنْفَعُكَ،

“Wahai Tukanku, sesungguhnya saya suka mengadukan segala kebaikanku bersama kesengsaraan dan kelemahanku, maka bagaimana Engkau tidak suka menganugrahkan kepadaku segala kelemahanku bersama kemahakayaan-Mu untuk tidak menyiksa daku.”

Kesengsaraan disini diartikan kebutuhan untuk mendapatkan kebaikan dan dengan kelemahannya itu dimaksudkan untuk memperbanyak amal ibadah. Sedangkan permohonan untuk tidak disiksa, itu karena Allah tidak akan rugi lantaran perbuatan jahat manusia, begitu juga tidak akan merasa untung dengan kebaikan manusia itu.

Abu Bakar Daif bin Jahdar As-Syibli Rahimahullahu Ta'ala adalah termasuk salah satu tokoh makrifat kepada Allah. Beliau dilahirkan di Bagdad dan bermadzab Maliki dan hidup selama 87 tahun. Semasa mudanya beliau sering bersilaturrahim kepada Al Junaidi dan kepada tokoh tokoh lain semasanya. Beliau wafat tahun 334 H dan dimakamkan di Bagdad.

وَقَدْ أَجَازَنِي بَعْضُ الْفُضَلَاءِ أَنْ أَقْرَأَ بَعْدَ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ سَبْعَ مَرَّاتٍ هَذِهِ الْأَبْيَاتِ الثَّلَاثَةَ :مِنْ بَحْرِ الْوَافِر

Beliau pernah diberi ijazah oleh seorang yang mulia untuk senantiasa membaca 3 bait Bahar Wafir setiap selesai Shalat Jumat sebanyak 7 kali, yaitu sebagai berikut :

 

وَلَا أَقْوَى عَلَى نَارِ الْجَحِيمِ

*

إِلَهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلًا

 

فَإِنّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ الْعَظِيمِ

*

فَهَبْ لِي زَلَّتِيْ وَاغْفِرْ ذُنُوبِي

 

وَثَبِّتْنِي عَلَى النَّهْجِ الْقَوِيمِ

*

        وَعَامِلْنِي مُعَامَلَةَ الْكَرِيمِ

-     Wahai Tuhanku aku bukanlah termasuk ahli (surga) firdaus sebagai orang yang layak, Namun aku tidak sanggup menahan siksa neraka jahim.

-    Maka terimalah taubatku dan ampunilah atas segala dosa perbuatanku, Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar.

-  Perlakukanlah daku dengan perlakuan orang-orang yang mulia, Dan tetapkanlah diriku di jalan yang lurus.

 

Kisah Tentang Keutamaan Imam Asy Syibli

(حِكَايَةٌ) قَدِمَ الشِّبْلِيُّ عَلَى ابْنِ مُجَاهِدٍ فَعَانَقَهُ ابْنُ مُجَاهِدٍ وَقَبَّلَ بَيْنَ عَيْنَيْهِ فَسُئِلَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّوْمِ وَقَدْ أَقْبَلَ الشِّبْلِيُّ، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلَيْهِ وَقَبَّلَ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَفْعَلُ هَذَا بِالشِّبْلِيِّ؟ قَالَ نَعَمْ إنَّهُ لَمْ يُصَلِّ فَرِيضَةً إلَّا وَهُوَ يَقْرَأُ خَلْفَهَا {لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ} إِلَى آخِرِ الْآيَتَيْنِ, وَيَقُولُ: صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّدُ، فَسَأَلْتُ الشِّبْلِيَّ عَمَّا يَقُولُهُ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَكَرَ مِثْلَهُ

 

“Imam Asy Syibli datang kepada Ibnu Mujahid kemudian  Ibnu Mujahid menyambutnya dengan merangkul Imam Asy Syibli kemudian ia mengecup kening di antara dua matanya. Lalu Imam Asy Syibli bertanya kepada Ibnu Mujahid: “ Mengapa engkau melakukan hal itu kepadaku?” Ibnu Mujahid menjawab : “Karena aku pernah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, lalu beliau menghampirimu dan mencium kening diantara kedua matamu. Maka aku bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah mengapa baginda melakukan hal itu kepada As Syibli?. Lalu Nabi bersabda ya sesungguhnya Abu bakar As-Syibli tidaklah ia menunaikan sholat yang fardhu kecuali ia membaca  sesudah sholat”

لَـقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِكُمۡ عَزِيۡزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيۡصٌ عَلَيۡكُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِيۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِيۡمٌ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُلۡ حَسۡبِىَ اللّٰهُ ۖ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ؕ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُ‌ ؕ وَهُوَ رَبُّ الۡعَرۡشِ الۡعَظِيۡمِ

 

Artinya: "Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung." (QS. At Taubah: 128-129).

 

Kemudian dilanjutkan membaca:

صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّدُ

Setelah itu Imam Ibnu Mujahid menyatakan : ”Setelah aku bertanya kepada Imam Asy Syibli tentang bacaan setelah Shalat Fardhu, itu ternyata dijawab oleh Imam Asy Syibli sebagaimana yang terdapat mimpinya tersebut diatas.

 

MAQOLAH 29

Cintanya Kepada Allah Melebihin Cintanya Kepada Diri Sendiri

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Asy Syibli  :

 (وَ) الْمَقَالَةُ التَّاسِعَةُ وَالْعِشْرُونَ (قَالَ) أَيْ الشِّبْلِيُّ (إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَسْتَأْنِسَ بِاللَّهِ) أَيْ يَسْكُنَ قَلْبُكَ مَعَ اللَّهِ وَلَا يَنْفِرَ مِنْهُ (فَاسْتَوْحِشْ مِنْ نَفْسِك) أَيْ فَاقْطَعْ مَوَدَّاتِ نَفْسِك

“Apabila kamu ingin lebih cinta kepada Allah, maka kalahkanlah rasa cintamu terhdap dirimu sediri.”

Pernyataan di atas memiliki maksud bahwa hati sudah terpaut kepada Allah dan tidak mau berpisah dari-Nya, maka kamu harus mengalahkan rasa cintamu kapada dirimu sendiri.

Setelah Asy Syibli wafat dalam sebuah kisah diterangkan, bahwa pernah dalam suatu mimpi ia ditanyai tentang keadaan dirinya, maka belia menjelaskan:

سُئِلَ الشِّبْلِيُّ بَعْدَ مَوْتِهِ عَنْ حَالِهِ فِى الْمَنَامِ، فَقَالَ: قَالَ اللَّهُ لِي:يَا أَبَا بَكْرٍ أَتَدْرِى بِمَ غَفَرْتُ لَكَ؟، قُلْتُ بِصَالِحِ عَمَلِي، قَالَ: لَا. قُلْتُ: بِإِخْلَاصِ عُبُودِيَّتِي، قَالَ: لَا. قُلْتُ بِحَجِّي وَصَوْمِي وَصَلَاتِي، قَالَ: لَا. قُلْت بِهِجْرَتِي لِلصَّالِحِينَ وَلِطَلَبِ الْعِلْمِ قَالَ : لَا . قُلْت: إلَهِي فَبِمَ؟، فَقَالَ تَعَالَى: أَتَذْكُرُ حِينَ كُنْتَ تَمْشِى فِي دَرْبِ بَغْدَادَ فَوَجَدْتَ هِرَّةً صَغِيرَةً قَدْ أَضْعَفَهَا الْبَرْدُ وَهِيَ تَنْزَوِي مِنْ شِدَّتِهِ فَأَخَذْتَهَا رَحْمَةً لَهَا وَأَدْخَلْتهَا فِي فَرْوٍ كَانَ عَلَيْكَ وِقَايَةً لَهَا، فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَقَالَ تَعَالَى بِرَحْمَتِك لِتِلْكَ الْهِرَّةِ رَحِمْتُكَ

“Allah bertanya kepadaku dengan firman-Nya, “Wahai Abu Bakar, mengapa aku mau mengampunimu?.”

Aku menjawab: “Karena dengan amal shalehku (sebab kesholehanku)”

Allah befirman lagi: “Bukan”

Aku menjawab lagi: “Karena keikhlasan ibadahku”

Allah befirman lagi: “Tidak Juga”

Maka aku menjawab: “Karena haji, puasa dan sholatku”

Allah befirman lagi: “Juga Tidak”

Lalu aku menjawab: “Karena kepergianku untuk menuntut ilmu kepada orang-orang yang sholeh”

Allahpun tetap befirman: “Tidak”

Aku bertanya: “Wahai Tuhanku dengan apa Engkau mengampuni semuanya itu”.

Maka Allah berfirman: ”Ingatkah kamu, ketika berjalan melewati Bagdad lalu kamu melihat seekor kucing yang sedang kedinginan, kemudian kamu mengambilnya dan meyelamatkannya didalam jubahmu itu?.

Aku menjawab: “Iya aku ingat”

Lalu Allah berfirman lagi: “Karena kasih sayangmu terdahap kucing itulah, sehingga menyebabkan Aku juga menaruh belas kasih kepadamu”.


 

MAQOLAH 30

Nikmatnya Dekat Kepada Allah dan Pahitnya Jauh dari-Nya

Imam Asy Syibli pernah berkata sebagai berikut :

 (وَ) الْمَقَالَةُ الثَّلَاثُونَ (قَالَ) أَيْ الشِّبْلِيُّ (لَوْ ذُقْتُمْ حَلَاوَةَ الْوُصْلَةِ) أَيْ الْقُرْبِ مَعَ اللَّهِ تَعَالَى (لَعَرَفْتُمْ مَرَارَةَ الْقَطِيعَةِ) أَيْ الْبَغْدِ عَنْهُ تَعَالَى، فَإِنَّهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ عِنْدَ أَهْلِ اللَّهِ تَعَالَى. وَكَانَ مِنْ دُعَائِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ اُرْزُقْنِي لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ الْكَرِيمِ وَالشَّوْقِ إِلَى لِقَائِكَ"

“Apabila kamu telah merasakan nikmatnya dekat kepada Allah, niscaya kamu tahu bagaimana rasanya jika jauh dari-Nya”.

Maksudnya, jika seandainya kita telah merasakan betapa nikmatnya dekat kepada Allah SWT, tentu kita bisa membayangkan bagaimana pahitnya jika kita harus berpisah dengan Allah SWT. Memang menurut orang yang sudah merasakan betapa nikmatnya dekat kepada Allah, bahwa jauh dari Allah itu adalah merupakaan siksaan yang paling berat.


Oleh karea itu Rosulullah SAW senantiasa memanjatkan doa :

هم ١لدنياظلمة فى القلب وهم الاخرة نورفى القلب

“Ya Allah anugrahkanlah kepada kami kelezatan memandang-Mu Yang Maha Mulia dan kenikmatan rasa rindu berjuma dengan-Mu”.

Wallahu a’lam bish-showab

---------------------------------------lanjut BAB 2-------------------------------------------------------

 

 

Kitab Nashoihul Ibad - BAB 1 PETUNJUK YANG MEMUAT DUA PERKARA - Pemateri Ustadz Muhammad Romli

Nama kitab : Nashoihul Ibad, Terjemah Nashaihul Ibad,(kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba) Judul kitab : Nashaihul Ibad fi Bayani...

Postingan Populer