Maqolah 15 dan 16 : Lisan dan Hati, Syahwat dan Kesabaran

Maqolah 15

LISAN DAN HATI

Diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq mengenai tafsir berikut ini:

(وَ) الْمَقَالَةُ الْخَامِسَةَ عَشْرَةَ (عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي قَوْله تَعَالَى : "ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ"  قَالَ :) أَيْ أَبُو بَكْرٍ فِي تَفْسِيرِ ذَلِكَ (الْبَرُّ هُوَ اللِّسَانُ وَاالْبَحْرُ هُوَ الْقَلْبُ فَإِذَا فَسَدَ اللِّسَانُ) بِالسَّبِّ مَثَلًا (بَكَتْ عَلَيْهِ النُّفُوسُ) أَيْ الْأَشْخَاصُ مِنْ بَنِي آدَمَ (وَإِذَا فَسَدَ الْقَلْبُ) بِالرِّيَاءِ مَثَلًا (بَكَتْ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ) قِيلَ: الْحِكْمَةُ فِى أَنَّ اللِّسَانَ وَاحِدٌ تَنْبِيهٌ لِلْعَبْدِ فِي أَنَّهُ لَا يَنْبَغِى أَنْ يَتَكَلَّمَ إِلَّا فِيمَا يُهِمُّهُ وَفَى خَيْرٍ. وَقِيلَ: لِأَنَّ اللِّسَانَ الذَّاكِرَ بِكُلِّ لُغَاتٍ كَانَ ذِكْرُهُ لِلْمَذْكُورِ الْوَاحِدِ وَهُوَ اللَّهُ تَعَالَى، وَكَذَلِكَ الْقَلْبُ بِخِلَافِ نَحْوِ الْعَيْنِ وَالْأُذُنِ فَإِنَّهُ يَتَعَدَّدُ، قِيلَ: لِأَنَّ الْحَاجَةَ إِلَى السَّمْعِ وَالْبَصَرِ أَكْثَرُ مِنْ الْحَاجَةِ إِلَى الْكَلَامِ اهَ. وَإِنَّمَا شَبَّهَ الْقَلْبَ بِالْبَحْرِ لِشِدَّةِ عُمْقِهِ وَاتِّسَاعِهِ اهِ.

-----------------------------------------------

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ

"Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan jahil tangan-tangan manusia sendiri”

Abu Bakar Ash-Shiddiq menyatakan :

الْبَرُّ هُوَ اللِّسَانُ وَاالْبَحْرُ هُوَ الْقَلْبُ فَإِذَا فَسَدَ اللِّسَانُ بَكَتْ عَلَيْهِ النُّفُوسُ

وَإِذَا فَسَدَ الْقَلْبُ بَكَتْ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ

“Daratan adalah lisan, sedangkan lautan adalah hati. Maka apabila lisan telah rusak, maka manusiapun akan menangisinya. Dan apabila hatinya yang rusak, maka Malaikat yang akan menangisinya”

Rusaknya lisan adalah seperti melaknat (berbicara kotor), dan rusaknya hati adalah seperti menyombongkan diri.

Hikmah dari diciptakannya lidah itu tidak lain hanyalah untuk mengingatkan hamba-hamba Allah agar jangan sampai mengucapkan sesuatu kecuali masalah yang penting dan bermanfaat.

Dalam pendapat yang lain diterangkan bahwa segala bentuk ucapan dzikir tujuannya tidak lain hanyalah untuk mengingat Allah Yang Maha Esa. Begitu juga dengan hati, ia diciptakan sendirian, sedangkan mata dan telinga diciptakan dalam keadan berpasangan. Selain daripada itu ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa kebutuhan pendengaran dan pengelihatan itu lebih banyak daripada kebutuhan lisan.

Lautan digambarkan dengan hati karena sama-sama sangat dalam dan luas

Maqolah 16

SYAHWAT DAN KESABARAN

 

((وَ) الْمَقَالَةُ السَّادِسَةَ عَشْرَةَ (قِيلَ: إِنَّ الشَّهْوَةَ تُصَيِّرُ الْمُلُوكَ عَبِيدًا) فَإِنَّ مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا فَهُوَ عَبْدُهُ (وَالصَّبْرَ يُصَيِّرُ الْعَبِيدَ مُلُوكًا) لِأَنَّ الْعَبْدَ بِصَبْرِهِ يَنَالُ مَا يُرِيدُ (أَلَا تَرَى) أَيْ أَلَا يَصِلُ عِلْمُكَ (إِلَى) قِصَّةِ سَيِّدِنَا الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ (يُوسُفَ) الصِّدِّيقِ ابْنِ يَعْقُوبَ الصَّبُورِ ابْنِ إِسْحَاقَ الْحَلِيمِ ابْنِ إِبْرَاهِيمَ الْخَلِيلِ الْأَوَّاهِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ (وَزُلَيْخَا ؟) فَإِنَّهَا أَحَبَّتْ سَيِّدَنَا يُوسُفَ نِهَايَةَ الْحُبِّ وَهُوَ يَصْبِرُ عَلَى مَكْرِهَا وَأَذِيَّتِهَا

 

“Sesungguhnya syahwat itu dapat menurunkan derajat seorang raja menjadi seorang budak.  Dan kesabaran itu dapat mengangkat derajat seorang pembantu menjadi raja. Tidak anda mengetahui kish Yusuf dan Zulaikha”.

Syahwat adalah keinginan dan kecintaan, padahal orang yang cinta terhadap sesuatu itu akan menjadi budak apa yang dicintainya itu, sedangkan kesabaran itu adalah ketabahan yang dengan kesabarannya itu seseorang akan dapat mencapai apa yang dicita-citakannya.

Dalam kisahnya, Zulaikha adalah seorang permaisuri raja tertarik kepada Sayyidina Yusuf seorang pembantu, tapi dengan penuh kesabaran Yusuf dapat mengatasi segala bujuk raya dan tipu muslihat Zulaikha. Dan pada akhirnya Yusuf yang semula hanya seorang pembantu itupun dapat menjadi raja.

Maqolah 13 dan 14 : Keinginan Ahli Ma'rifat dan Ahli Zuhud, Orang yang dangkal pengetahuannya dan yang belum mengenal dirinya

Maqolah 13

KEINGINAN AHLI MA’RIFAT DAN AHLI ZUHUD

Sebagaimana diterangkan dalam suatu pernyataan :

(وَ) الْمَقَالَةُ الثَّالِثَةَ عَشْرَةَ (قِيلَ : هَمُّ الْعَارِفِ الثَّنَاءُ) أَيْ مُرَادُ الْعَارِفِ بِاللَّهِ الثَّنَاءُ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى بِجَمِيلِ صِفَاتِهِ (وَهَمُّ الزَّاهِدِ الدُّعَاءُ) أَيْ مُرَادُ الْمُعْرِضِ عَنِ الزَّائِدِ عَلَى قَدْرِ الْحَاجَةِ مِنْ الدُّنْيَا بِقَلْبِهِ الدُّعَاءُ وَهُوَ التَّضَرُّعُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى بِسُؤَالِ مَا عِنْدَهُ مِنَ الْخَيْرِ (لِأَنَّ هَمَّ الْعَارِفِ رَبُّهُ) لَا الثَّوَابُ وَلَا الْجَنَّةُ (وَهَمَّ الزَّاهِدِ نَفْسُهُ) أَيْ مَنْفَعَةُ نَفْسِهِ مِنَ الثَّوَابِ وَالْجَنَّةِ, فَفَرَقَ بَيْنَ مَنْ هِمَّتُهُ الْحُورُ وَهِمَّتُهُ رَفْعُ السُّتُورِ.

“Keinginan seorang ahli ma'rifat adalah memuji, sedangkan keinginan seorang ahli zuhud adalah doa karena keinginan orang yang arif adalah untuk mendapatkan pahala dari Allah sedangkan orang yang zuhud adalah kemanfaatan dirinya.”

Orang yang arif menghabiskan hari-harinya untuk mengagungkan sifat-sifat Allah SWT, sedangkan orang zuhud (meninggalkan segala urusan dunia) selain berdoa dan juga senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah SWT demi untuk mendapatkan kebaikan dari-Nya.

Orang yang arif tidak pernah memikirkan pahala dan syurga yang akan didapatinya, ia hanya memikirkan keagungan Robbnya, sedangkan orang zuhud itu selalu mencari untuk kemaslahatan dirinya sendiri yaitu pahala dan syurga.

Jadi perbedaannya adalah Jika orang zuhud itu tujuannya tidak lain adalah bagaimana caranya ia mendapatkan bidadari, sedangkan orang arif (marifat) adalah bagaimana caranya agar ia terhindar dari segala bentuk penghalang (tirai).

 

Maqolah 14

ORANG YANG DANGKAL PENGETAHUANNYA DAN YANG BELUM MENGENAL DIRINYA

Sebagaimana diterangkan oleh sebagian Hukama sebagai berikut :

(وَ) الْمَقَالَةُ الرَّابِعَةَ عَشْرَةَ (عَنْ بَعْضِ الْحُكَمَاءِ) أَيْ أَطِبَّاءِ الْقُلُوبِ وَهُمُ الْأَوْلِيَاءُ (مَنْ تَوَهَّمَ أَنَّ لَهُ وَلِيًّا أَوْلَى مِنَ اللَّهِ قَلَّتْ مَعْرِفَتُهُ بِاللَّهِ) وَالْمَعْنَى مَنْ ظَنَّ أَنَّ لَهُ نَاصِرًا أَقْرَبَ مِنَ اللَّهِ وَأَكْثَرَ نُصْرَةً مِنْهُ فَإِنَّهُ لَمْ يَعْرِفِ اللَّهَ تَعَالَى (وَمَنْ تَوَهَّمَ أَنَّ لَهُ عَدُوًّا أَعْدَى مِنْ نَفْسِهِ قَلَّتْ مَعْرِفَتُهُ بِنَفْسِهِ) أَيْ وَمَنْ ظَنَّ أَنَّ لَهُ عَدُوًّا أَقْوَى مِنْ نَفْسِهِ الْأَمَّارَةِ وَاللَّوَّامَةِ فَإِنَّهُ لَمْ يَعْرِفْ نَفْسَهُ.

“Barangsiapa mengira bahwa penolongnya yang lebih kuat daripada Allah, maka sedikit sekali pengetahuannya tentang Dzat Allah SWT. Dan barangsiapa mengira bahwa musuhnya itu lebih kejam dari nafsunya, maka berarti pengetahuan tentang dirinya sendiri hanya sedikit.”

Maksdunya: Barangsiapa menyangka bahwa ada penolong lain selain Allah SWT, yang lebih deket kepada dirinya dan lebih banyak pertolongannya, maka berarti ia jauh dari Allah (karena tidak megngetahuinya). Adapun orang yang tidak memahami akan kekuatan (keganasan) bahwa nafsunya sendiri yang selalu membimbingnya ke dalam perbuatan dosa, berarti ia tidak menyadari bahwa musuhnya yang paling jahat itu sebenarnya adalah nafsunya sediri.

Wallahu A'lam Bish-Showab

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat datang di Blog kami

Blog ini kami buat sebagai sarana untuk belajar bersama tentang berbagai hal, terutama yang berkaitan dengan agama islam dan budaya.

Apa yang kami sajikan bersumber dari berbagai media, baik cetak (kitab), media sosial (artikel) dan juga dari guru-guru kami dengan maksud untuk lebih menyebar luaskan tentang pemahaman islam terkait amaliah sehari-hari dan budi pekerti.

Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan di blog ini dapat bermanfaat bagi semuanya. 

Silahkan bagi yang ingin memberikan saran atau tanggapan atas isi/materi dari blog ini sebagai koreksi dan perbaikan kami, dapat disampaikan di kolom komentyar. Terima kasih..

Jazakallah khoiron katsiro

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Mengaji Kitab Nashoihul Ibad - Maqolah 10, 11, 12

Maqolah 10

BANGGA DENGAN KESALAHAN DAN BERSEDIH DENGAN KETAATAN

Sebagaimana yang diriwayatkan dari sebagian Ahli Zuhud berikut ini :

 

((وَ) الْمَقَالَةُ الْعَاشِرَةُ (عَنْ بَعْضِ الزُّهَّادِ) وَهُمُ الَّذِينَ احْتَقَرُوا الدُّنْيَا وَلَمْ يُبَالُوا بِهَا بَلْ أَخَذُوا مِنْهَا قَدْرَ ضَرُورَتِهِمْ (مَنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا) أَيْ تَحَمَّلَهُ (وَهُوَ يَضْحَكُ) أَيْ وَالْحَالُ أَنَّهُ يَفْرَحُ بِتَحَمُّلِهِ (فَإِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُهُ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِي) لِأَنَّ حَقَّهُ أَنْ يَنْدَمَ وَيَسْتَغْفِرَ اللَّهَ تَعَالَى لِذَلِكَ (وَمَنْ أَطَاعَ وَهُوَ يَبْكِي) حَيَاءً مِنْ اللَّهِ تَعَالَى وَخَوْفًا مِنْهُ تَعَالَى عَلَى تَقْصِيرِهِ فِي تِلْكَ الطَّاعَةِ (فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُدْخِلُهُ الْجَنَّةَ وَهُوَ يَضْحَكُ) أَيْ يَفْرَحُ غَايَةَ الْفَرَحِ لِحُصُولِ مَطْلُوبِهِ وَهُوَ عَفْوُ اللَّهِ تَعَالَى.

“Barangsiapa merasa bangga dengan perbuatan dosanya, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka dalam keadaan ketakutan. Dan barangsiapa bersedih (khawatir) terhadap ketaatan yang telah dilakukannya, maka Allah akan memasukannya kedalam syurga dalam keadaan bahagia.”

Ahli zuhud adalah orang-orang yang membuang jauh-jauh (tidak mementingkan lagi) segala urusan dan kemewahan dunia. Mereka memanfaatkan dunia hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhannya saja tidak lebih.

Hadits tersebut diatas menunjukan bahwa barangsiapa yang merasa bahagia dengan berbuat dosa, merasa senang dengan perbuatannya itu meskipun harus menanggung dosanya itu, maka Allah akan memasukan kedalam neraka, sedangkan ia dalam keadaan sangat ketakutan. Karena itu seharusnya bersedih dan menyesali perbuatannya itu seraya memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar dosanya diampuni. Dan barangsiapa yang berbuat ketaatan dengan disertai perasaan bersedih karena takut kepada Allah karena telah meremehkan apa yang telah diwajibkan-Nya, maka ia akan memasuki syurga dengan penuh kebahagiaan. Orang yang seperti ini berarti telah melakukan dua kebajikan, yaitu ketaatan itu sendiri dan penyesalannya atas dosa yang telah diperbuatnya.


Maqolah 11

LARANGAN MENGANGGAP RINGAN DOSA KECIL

Diriwayatkan dari sebagian Hukama (ahli hikmah/para wali) berikut ini :

 ((وَ) الْمَقَالَةُ الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ (عَنْ بَعْضِ الْحُكَمَاءِ) أَيْ الْأَوْلِيَاءِ (لَا تَحْقِرُوا الذُّنُوبَ الصِّغَارَ) أَيْ لَا تَعُدُّوهَا صِغَارًا (فَإِنَّهَا تَتَشَعَّبُ مِنْهَا الذُّنُوبُ الْكِبَارُ) وَأَيْضًا رُبَّمَا يَكُونُ غَضَبُ اللَّهِ تَعَالَى فِي تِلْكَ الصِّغَارِ

“Janganlah kalian menganggap ringan dosa-dosa kecil karena sesungguhnya dari situlah lahirnya dosa-dosa besar.” Bahkan kemurkaan (azab) Allah itupun kadang-kadang ditimpakan karena sebab dosa kecil.


Maqolah 12

DOSA YANG RINGAN DAN DOSA YANG BERAT

Rosulullah  bersabda berikut ini :

((وَ) الْمَقَالَةُ الثَّانِيَةَ عَشْرَةَ : (عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا صَغِيرَةَ مَعَ الْإِصْرَارِ) فَإِنَّهَا بِالْمُوَاظَبَةِ عَلَيْهَا تَعْظُمُ فَتَصِيرُ كَبِيرَةً ، وَأَيْضًا إِنَّهَا عَلَى عَزْمِ اسْتِدَامَتِهَا تَصِيرُ كَبِيرَةً فَإِنَّ نِيَّةَ الْمَرْءِ فِي الْمَعَاصِي كَانَتْ مَعْصِيَةً (وَلَا كَبِيرَةَ مَعَ الْإِسْتِغْفَارِ) أَيْ التَّوْبَةِ بِشُرُوطِهَا فَإِنَّ التَّوْبَةَ تَمْحُو أَثَرَ الْخَطِيئَةِ وَإِنْ كَانَتْ كَبِيرَةً ، رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ الدَّيْلَمِيُّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ لَكِنْ بِتَقْدِيمِ الْجُمْلَةِ الْأَخِيرَةِ عَنِ الْأُولَى 

Dosa yang ringan itu akan menjadi besar, jika hatinya tetap berkehendak untuk mengerjakan terus-menerus, karena niat untuk berbuat maksiat itupun termasuk dosa yang sendiri. Dan dosa yang berat itu jangan dianggap dosa besar jika selalu mememohon ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosanya itu.

Maksudnya bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya sesuai dengan syaratnya. Taubat itu dapat menghapuskan dosa, meskipun telah mencapai setinggi langit. Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Imam Ad-Dailami yang bersumber dari Ibnu abbas dengan susunan kalimat yang akhir daripada kalimat awal.
Wallahu A'lam Bish-Showab

Mengaji Kitab Nashoihul Ibad - Maqolah 9

MEMPERTURUTKAN HAWA NAFSU DAN TAKABUR

Dari Sufyan Ats-Tsauri Radhiallahu Anhu disebutkan :

 

((وَ) الْمَقَالَةُ التَّاسِعَةُ (عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) وَهُوَ شَيْخُ الْإِمَامِ مَالِكٍ (كُلُّ مَعْصِيَةٍ) نَاشِئَةٍ (عَنْ شَهْوَةٍ) أَيْ اشْتِيَاقِ النَّفْسِ إِلَى شَيْئٍ (فَإِنَّهُ يُرْجَى غُفْرَانُهَا) أَيْ الْمَعْصِيَةِ (كُلُّ مَعْصِيَةٍ) نَشَأَتْ (عَنْ كِبْرٍ) أَيْ دَعْوَى الْفَضْلِ (فَإِنَّهُ لَا يُرْجَى غُفْرَانُهَا لِأَنَّ مَعْصِيَةَ ابْلَيسَ كَانَ أَصْلُهَا) أَيْ الْمَعْصِيَةِ (مِنْ الْكِبْرِ) يَزْعُمُ أَنَّهُ خَيْرٌ مِنْ سَيِّدِنَا آدَمَ (وَ) لِأَنَّ (زَلَّةَ) سَيِّدِنَا آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ (كَانَ أَصْلُهَا مِنْ الشَّهْوَةِ) بِسَبَبِ اشْتِيَاقِهِ إِلَى ذَوْقِ ثَمَرَةِ شَجَرَةِ الشَّهْوَةِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا.

 

“Setiap perbuatan maksiat yang muncul akibat dorongan hawa nafsu, itu masih bisa diharapkan ampunannya, tetapi setiap kedurhakaan yang muncul karena adanya rasa takabur, maka jangan diharap ampunannya. Karena kedurhakaan iblis itu timbul dari adanya sifat takabur, sedang kesalahan Adam as. itu adalah memperturutkan hawa nafsu.

Sufyan Ats-Tsauri adalah Maha Guru dari Imam Malik

Hadits tersebut diatas menunjukan bahwa setiap perbuatan maksiat yang muncul akibat dorongan hawa nafsu, misalnya adanya keinginan untuk melakukan sesuatu, maka hal itu masih bisa diampuni. Sebaliknya kemaksiatan yang muncul akibat dari rasa takabur, maka tidak ada harapan lagi untuk dapat diampuni.

Karena kemaksiatan yang terjadi dari adanya rasa takabur itu berawal dari iblis, ia merasa lebih baik dari junjungan kita Nabi Adam as. Sedangkan kesalahan junjungan kita Nabi Adam as. Itu sebagai akibat itu dari dorongan hawa nafsu untuk merasakan sesuatu, yaitu keinginan untuk merasakan lezatnya buah khuldi dari pohon yang telah dilarang oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Wallahu A'lam Bish-showab

Ngaji Kitab Nashoihul Ibad

Mengaji Kitab Nashoihul Ibad - Maqolah 8

KETAQWAAN DAN DUNIAWI

Dari Al A’Masyi (nama aslinya adalah Sulaiman bin Mahran Al-Kufi) ra. disebutkan :

 ((وَ) الْمَقَالَةُ الثَّامِنَةُ (عَنِ الْأَعْمَشِ) اسْمُهُ سُلَيْمَانُ بْنُ مَهْرَانَ الْكُوفِيُّ (رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَنْ كَانَ رَأْسُ مَالِهِ التَّقْوَى كَلَّتْ الْأَلْسُنُ عَنْ وَصْفِ رِبْحِ دِينِهِ ، وَمَنْ كَانَ رَأْسُ مَالِهِ الدُّنْيَا كَلَّتْ الْأَلْسُنُ عَنْ وَصْفِ خُسْرَانِ دِينِهِ) وَالْمَعْنَى مَنْ تَمَسَّكَ عَلَى التَّقْوَى بِامْتِثَالِ أَوَامِرِ اللَّهِ تَعَالَى وَاجْتِنَابِ الْمَعَاصِي بِأَنْ أَسَّسَ أَفْعَالَهُ بِمُوَافَقَاتِ الشَّرْعِ فَلَهُ حَسَنَاتٌ كَثِيرَةٌ لَا تُحْصَى، وَمَنْ تَمَسَّكَ عَلَى أُمُورٍ مُخَالِفَاتٍ لِلشَّرْعِ فَلَهُ سَيِّئَاتٌ كَثِيرَةٌ عَجِزَتِ الْأَلْسُنُ عَنْ ذِكْرِ ذَلِكَ بِالْعَدَدِ.

 “Barangsiapa yang modal utamanya taqwa maka lidahnya akan menjadi kaku untuk menyebutkan keuntungan agamanya. Dan barangsiapa yang modal utamanya dunia maka lidahnya tidak akan sanggup menghitung kerugian agamanya."

Maknanya adalah orang yang selalui berpegang teguh pada ketaqwaan, menjunjung tinggi perintah Allah dan menjauhi segala bentuk kedurhakaan serta berbuat sesuai dengan tuntunan syariat, maka ia akan mendapatkan kebajikan yang sangat besar sekali (tidak terhitung). Sedangkan orang-orang yang berbuat diluar tuntunan syariat, maka ia akan mendapatkan kerugian yang sangat besar pula sehingga tak terhitung jumlahnya.

Wallahu a'lam bish-showab

Gebyar Muharram

Gebyar Muharram Kampung Serua Poncol, Depok
Dengan kegiatan :
- Santunan Anak Yatin dan Dhuafa
- Pengajian Umum (Ceramah Agama)


Mengaji Kitab Nashoihul Ibad - Maqolah 7

ORANG YANG MULIA DAN ORANG YANG BIJAKSANA

Dalam sebuah riwayat yang bersumber Yahya bin Mu’adz radhiallahu ‘anhu disebutkan :

  ((و) الْمَقَالَةُ السَّابِعَةُ (عَنْ يَحْيَى بْنِ مَغَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَا عَصَى اللَّهَ كَرِيمٌ) أَيْ حَمِيْدُ الْفِعَالِ وَهُوَ مَنْ يُكْرِمُ نَفْسَهُ بِالتَّقْوَى وَبِالْإِحْتِرَاسِ عَنِ الْمَعَاصِي (وَلَا آثَرَ الدُّنْيَا) أَيْ لَا قَدَمَهَا وَلَا فَضْلَهَا (عَلَى الْآخِرَةِ حَكِيمٌ) أَيْ مُصِيبٌ فِي أَفْعَالِهِ وَهُوَ مَنْ يَمْنَعُ نَفْسَهُ مِنْ مُخَالَفَةِ عَقْلِهِ السَّلِيمِ.

“Orang yang mulia tidak akan berani berbuat durhaka kepada Allah dan orang yang bijaksana tidak akan mengutamakan dunia daripada akherat.”

Maksudnya orang yang mulia adalah orang yang berakhlaqul karimah, yang memuliakan dirinya dengan cara meningkatkan ketaqwaan dan kewaspadaan dalam menghadapi semaraknya kemaksiatan.

Adapun yang dimaksud dengan orang yang bijaksana adalah orang yang tidak mengutamakan kemewahan dunia dan yang menahan nafsunya dari segala bentuk perbuatan yang bertentangan dengan nuraninya.

Wallahu a'lam bish-showab

Mengaji Kitab Nashoihul Ibad - Maqolah 6

ILMU DAN KEMAKSIATAN

Sebagaimana diriwayatkan dari Ali radhiallahu anhu wakarroma wajhahu sebagai berikut : 

((وَ) الْمَقَالَةُ السَّادِسَةُ (عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) وَكَرَّمَ وَجْهَهُ (مَنْ كَانَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَتْ الْجَنَّةُ فِي طَلَبِهِ وَمَنْ كَانَ فِي طَلَبِ الْمَعْصِيَةِ كَانَتْ النَّارُ فِي طَلَبِهِ) أَيْ مَنْ اشْتَغَلَ فِي الْعِلْمِ النَّافِعِ الَّذِي لَا يَجُوزُ لِلْبَالِغِ الْعَاقِلِ جَهْلُهُ كَانَ فِي حَقِيقَةٍ طَالِبًا لِلْجَنَّةِ وَلِرِضَا اللَّهِ تَعَالَى وَمَنْ كَانَ مُرِيدًا لِلْمَعْصِيَةِ كَانَ فِي الْحَقِيقَةِ طَالِبًا لِلنَّارِ وَلِسَخَطِ اللَّهِ تَعَالَى.

“Barangsiapa yang mencari ilmu, maka surgalah yang akan didapatkan dan barangsiapa yang mencari kemaksiatan, maka nerakalah yang akan didapatkannya (pula).

Maksudnya barang siapa yang disibukkan dengan menuntut ilmu-ilmu agama dan ilmu dunia (yang bermanfaat), maka pada hakekatnya ia telah mencari syurga dan ridho Tuhan. Sebaliknya orang yang disibukkan dengan perbuatan maksiat, maka pada hakekatnya ia ingin merasakan pedihnya azab neraka dan murka Allah Subhanahu Wata'ala.

Wallahu a'lam bish-showab

Kitab Nashoihul Ibad - BAB 1 PETUNJUK YANG MEMUAT DUA PERKARA - Pemateri Ustadz Muhammad Romli

Nama kitab : Nashoihul Ibad, Terjemah Nashaihul Ibad,(kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba) Judul kitab : Nashaihul Ibad fi Bayani...

Postingan Populer